Liga Arab: Israel 'Bermain Api' dengan Negara Islam

Liga Arab menyebut Israel sebagai pemicu tensi tegang di kawasan, pasca-insiden Masjid Al Aqsa

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 25 Jul 2017, 09:09 WIB
Bentrok antara pasukan keamanan Israel dan warga Palestina pada Jumat 21 Juli dipicu pemasangan metal detector di komplek situs suci yang didalamnya termasuk Masjid Al Aqsa (AP Photo/Mahmoud Illean)

Liputan6.com, Kairo - Selang beberapa hari sesudah rangkaian insiden dan kejadian yang bertautan dengan kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Lama Yerusalem, Liga Arab menyebut bahwa tindakan Israel dalam peristiwa itu menyulut tensi tegang terhadap bangsa Arab dan negara Islam.

Liga Arab merupakan organisasi persekutuan yang--salah satu faktor--pembentukannya didasari atas kesamaan status kebangsaan dan bahasa yang digunakan negara anggota, yakni Arab.

Saat ini, negara anggota Liga Arab terdiri atas Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Kuwait, Aljazair, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, Somalia, Palestina, Djibouti, dan Komoro.

"Yerusalem merupakan garis merah yang tidak dapat dilintasi oleh Arab dan muslim. Dan apa yang terjadi beberapa hari terakhir merupakan upaya (Israel) untuk memaksakan sebuah realitas baru di Kota Suci itu," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit, seperti dilansir dari Independent, Senin (24/7/2017).

"Pemerintah Israel telah bermain api dan meningkatkan krisis besar dengan Arab dan negara Islam," ucap Ahmed Aboul Gheit.

Rencananya dalam waktu dekat, Menteri Luar Negeri negara anggota Liga Arab akan melaksanakan pembicaraan darurat terkait situasi dan kondisi seputar Masjid Al-Aqsa serta konflik Israel-Palestina.

Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda, Mayor Jenderal Yoav Mordechai dari angkatan bersenjata Israel mengungkap bahwa Tel Aviv membuka peluang untuk dialog untuk meredakan ketegangan.

"Kami ingin menjamin agar tidak ada orang yang masuk (dalam kompleks masjid) membawa senjata dan melakukan penyerangan. Kami bersedia untuk menyediakan upaya alternatif selain pemasangan metal detector, selama solusi itu mampu mencegah serangan-serangan lain," kata Mayjen Mordechai.

Sementara itu, kepala musyawarah ulama Islam di Yerusalem, Mohammed Hussein, menjelaskan bahwa komunitasnya menginginkan agar situasi di kompleks Masjid Al-Aqsa dapat kembali seperti sedia kala.

Sementara itu, Presiden de facto Palestina, Mahmoud Abbas menyatakan bahwa pihaknya "akan membekukan hubungan dengan Israel" selama sistem pengaman metal detector di masjid tersebut masih terpasang.

Rangkaian peristiwa di Masjid Al Aqsa diawali ketika pemerintah Israel diketahui memasang metal detector dan pintu putar di depan Masjid Al-Aqsa, Yerusalem.

Tindakan itu dilakukan usai insiden berdarah pada Jumat, 14 Juli 2017. Awalnya, Israel menuduh pemuda Palestina membunuh tiga polisi yang sedang berjaga di dekat masjid. Karena tuduhan tersebut, keamanan di sekitar kawasan Masjid Al-Aqsa diperketat.

Kebijakan itu memicu demonstrasi besar. Unjuk rasa rakyat muslim Palestina berujung kericuhan dengan polisi Israel yang menyebabkan 50 demonstran terluka. Empat di antara korban luka merupakan petugas medis.

Lima belas korban lain terluka karena terkena tembakan peluru karet polisi Israel. Salah satu korban luka teridentifikasi sebagai mantan Mufti Yerusalem, Sheikh Ikirima Sabri.

Kabar terbaru menyebut Israel telah memasang kamera keamanan di dekat pintu masuk ke kompleks suci di Yerusalem, yang mana di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsa. Bagi umat muslim, kawasan itu dikenal sebagai kompleks al-Haram, tapi kaum Yahudi menyebutnya Temple Mount.

Ketegangan Israel dan Palestina masih tinggi menyusul serangkaian insiden kekerasan yang terjadi dalam sepekan terakhir.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya