Liputan6.com, Jakarta Ketika Marylyn Monroe meninggal Agustus 1962 akibat bunuh diri, dunia pun bereaksi, terutama para penggemarnya di Amerika Serikat. Di bulan-bulan setelahnya, selalu ada pemberitaan mengenai hal ini. Mendung duka meluas, dan parahnya melonjaknya angka bunuh diri.
Advertisement
Melansir New York Times, dalam sebuah studi ditemukan, angka bunuh diri di AS meningkat sampai 12 persen dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya.
Baru-baru ini, kasus bunuh diri kembali marak diberitakan. Di tanah air, publik dikejutkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan Oka Putra Mahendra, mantan kekasih selebritas internet, Awkarin. Oka sendiri masih berusia 22 tahun.
Dari luar negeri, kematian vokalis band nu-metal Linkin Park juga tak kalah mengejutkannya. Pria berusia 41 tahun ini ditemukan tak bernyawa akibat gantung diri di rumahnya minggu lalu.
Hari ini, Selasa (25/7/2017), publik kembali dikejutkan oleh bunuh diri yang dilakukan oleh dua orang wanita di Bandung. Dua orang wanita ini melompat dari lantai 5A Apartemen Gateaway, Cicadas, Bandung, Senin sore kemarin.
Bisa Menciptakan Wabah
Gangguan mental bukanlah penyakit menular. Namun, ada bukti kuat bunuh diri bisa menular. Berita-berita dan publisitas yang melingkupi suatu kejadian bunuh diri telah berkali-kali dan dipastikan berhubungan dengan peningkatan angka bunuh diri, terutama di kalangan orang muda.
Analisis menemukan, setidaknya 5 persen bunuh diri di kalangan remaja dipengaruhi oleh penularan bunuh diri (suicide contagion).
Orang-orang yang membunuh diri mereka sendiri tentu memang rapuh dan rentan. Namun publisitas yang mengiringi bunuh diri ternyata memengaruhi pertimbangan seseorang saat akan mengambil keputusan.
Bukti menunjukkan, "wabah" dan "kluster" bunuh diri adalah fenomena yang nyata. Satu kematian bisa memicu yang lain. Terutama jika yang melakukannya adalah selebritas.
"Penularan bunuh diri adalah nyata, itulah kenapa saya mengkhawatirkannya," ujar Madelyn Gould, profesor Epidemiologi dalam Psikiatri di Columbia University, NY, yang sudah mempelajari penularan bunuh diri ini secara mendalam.
Advertisement
Cara Mencegahnya
Menurut US Department of Health & Human Services, penularan tindakan bunuh diri atau suicide contagion adalah pemaparan terhadap bunuh diri atau perilaku bunuh diri dalam satu keluar, satu komunitas, atau melalui pemberitaan media yang kemudian membuat peningkatan bunuh diri atau perilaku bunuh diri.
Risiko penularan bunuh diri akibat pemberitaan media bisa diminimalkan dengan pemberitaan yang faktual dan singkat. Pemberitaan tentang bunuh diri jangan dilakukan berulang-ulang, dan pemberitaan yang berkepanjangan bisa meningkatkan kemungkinan penularan bunuh diri.
Mengingat bunuh diri disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks, menurut US HHS, pantang bagi media menyederhanakannya, misalnya hanya mengacu kepada kejadian buruk yang baru dialami, sebagai pemicu bunuh diri.
Berita tentang kasus bunuh diri juga harus dilengkapi dengan informasi bagaimana bunuh diri bisa dicegah. Para ahli juga menyarankan, untuk menghindari pemberitaan yang menjabarkan kematian sebagai pelarian bagi mereka yang bermasalah.
Salah satu contoh yang berhasil adalah pada tahun 1994, kasus kematian Kurt Cobain dari band Nirvana. Vokalis band grunge itu sangat dicintai oleh penggemarnya yang kebanyakan berusia muda, terutama di Seattle, kota di mana kariernya menanjak dan dimana dia ditemukan tewas bunuh diri di usia 27 tahun.
Pemberitaan lokal tentang kejadian ini menempel erat dengan pesat tentang penanganan untuk gangguan mental dan pencegahan bunuh diri. Banyak juga berita dan diskusi terbuka tentang bagaimana kematian Cobain ini meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarganya.
Kedua faktor itu mungkin menjelaskan, bagaimana bunuh diri Cobain bisa mematahkan pola. Di bulan-bulan setelah kematian Cobain, telepon ke nomor pencegahan bunuh diri di Seattle meningkat tajam dan angka bunuh diri menurun.