Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan Undang-Undang Pemilu, Kamis 20 Juli 2017 malam. Dalam UU itu diputuskan 5 hal utama yakni presidential threshold 20-25 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi 3-10 kursi per dapil, dan metode konversi suara saint lague murni.
Lalu apa dampak UU Pemilu yang baru ini terhadap pemilu 2019? Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan memaparkan, presidential threshold adalah ambang batas untuk pencalonan presiden.
Advertisement
"Jika diputuskan 20-25 persen, artinya partai peserta pemilu 2019 untuk mencalonkan presiden, harus punya 20 persen kursi di DPR atau memiliki suara 25 persen hasil pemilu," ujar Djayadi saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/7/2017).
Jika partai politik tersebut tidak memenuhi syarat tersebut, maka dia harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi ambang batas 20-25 persen itu.
Karena pemilu 2019 mendatang dilakukan secara serentak, maka kata Djayadi, penghitungan yang dipakai untuk pemilu 2019 adalah hasil pemilu 2014.
"Kalau mengikuti ini berarti tidak ada partai yang bisa mencalonkan sendiri presiden dan wakil presidennya," kata Djayadi.
Termasuk PDIP, sekalipun partai berlambang kepala banteng itu memenangkan pemilu 2014, dia tidak bisa mengusung capres dan cawapres sendiri karena perolehan suaranya tidak memenuhi ambang batas yang ditentukan UU Pemilu.
Djayadi menjelaskan, sebuah partai bisa mengusung sendiri capres dan cawapresnya bila setidaknya memiliki 112 dari 560 kursi di DPR.
"Sementara PDIP hanya punya 109 suara. Artinya PDIP harus bergabung dengan partai lain," jelas dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina ini.
Dengan UU Pemilu yang baru ini, jelas Djayadi, tidak ada satupun partai yang bisa mengusung sendiri capres dan cawapresnya.
"Itu artinya jumlah calon presiden akan terbatas di pemilu 2019. Secara teoritis 5 pasangan, tapi tidak mungkin karena peraturan tersebut. Dengan UU pemilu ini berarti pilpres 2019 hanya ada 2 capres," ujar dia.
Dengan berlakunya UU Pemilu yang baru ini, Djayadi memprediksi pertempuran antara 2 calon di pilpres 2014 akan kembali terulang pada pemilu 2019. Djayadi juga mengkhawatirkan, sistem ini akan berdampak pada munculnya transaksional dalam pemilu, karena partai harus mencari teman koalisi untuk bisa mengusung capres dan cawapres.
Saksikan video menarik di bawah ini: