Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, semakin mantap menjalankan redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah yang sudah terencana sejak 2013. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menggelar sidang kabinet untuk membahas redenominasi rupiah dari segala aspek.
"Presiden sudah menyetujui sidang kabinet terbatas untuk melihat aspek redenominasi seperti apa, berapa lama proses perubahan dan legislasinya, sebelum proses hukum dimulai (pengajuan Rancangan Undang-undang Redenominasi," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Rabu (26/7/2017).
Dalam pembahasan redenominasi rupiah sebelum mengajukan RUU ke DPR, pemerintah mengaku belum menghitung kebutuhan anggaran untuk melaksanakan penghapusan tiga nol di rupiah. Anggaran redenominasi tentu ada porsi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) maupun BI.
Baca Juga
Advertisement
"Belum tahu kebutuhannya, tapi mungkin tidak besar. Kalau mau mengajukan atau membahas RUU (Redenominasi) ada anggarannya, tapi biayanya kecil kok. Jadi pasti siap," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu, Askolani, kala ditemui terpisah.
Sebelum mengalokasikan anggaran, Askolani mengaku harus ada kejelasan bahwa RUU Redenominasi dapat masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017 untuk dibahas bersama DPR. Kemudian Dewan mengesahkan menjadi UU Redenominasi Rupiah. Baru tahap selanjutnya, memasuki masa persiapan dan transisi yang disebut-sebut membutuhkan waktu tujuh tahun.
"Jangan bicara anggaran dulu. Action-nya saja belum jelas. Kalau sudah disetujui misalnya di 2018, pasti ada masa transisi, tidak langsung diterapkan. Karena kan butuh sosialisasi, pencetakan uang yang semuanya tidak mudah. Sekarang saja belum mengajukan RUU ke DPR," ujar Askolani.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, tidak perlu ada anggaran khusus untuk mencetak rupiah baru redenominasi. Sebab, BI berkewajiban secara rutin menarik uang lama, kemudian dihancurkan mengingat uang tidak boleh lebih dari 3 tahun. Sedangkan nominal Rp 100 ribu paling lama 5 tahun.
"Jadi ya saat mencetak uang baru kayak biasa saja, tidak ada anggaran khusus. Paling hanya untuk anggaran sosialisasi saja. Karena kalau uang lama yang ditarik 20 persen, maka uang baru penggantinya harus 20 persen juga, tapi lama-lama bisa 100 persen," ujar mantan Gubernur BI itu.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: