Liputan6.com, Yerusalem - Manusia terancam punah jika jika hitungan sperma terus turun seperti laju penurunannya sekarang ini, demikian menurut peringatan seorang dokter.
Para peneliti sedang menelaah temuan dari hampir 200 penelitian yang menyebutkan bahwa hitungan sperma kaum pria Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Selandia Baru sudah mencapai hanya setengahnya dalam 40 tahun terakhir.
Sejumlah pakar memandang secara skeptis laporan dalam Human Reproduction Update tersebut. Namun demikian, Dr Hagai Levine, ahli epidemiologi yang menjadi pimpinan penelitian mengakui bahwa ia "amat khawatir" tentang apa yang mungkin saja terjadi di masa depan.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari BBC pada Rabu (26/7/2017), penelaahan itu merupakan salah satu yang terbesar yang pernah dikerjakan dan menghimpun hasil dari 185 penelitian sebelumnya yang dilakukan antara 1973 dan 2011.
Kepada BBC, Dr Levine menjelaskan bahwa, jika tren itu berlanjut, maka manusia bisa punah.
Laju Penurunan Semakin Cepat
"Jika kita tidak mengubah cara kita menjalani hidup dan lingkungan serta zat kimia yang terpapar kepada kita, saya sangat khawatir tentang apa yang akan terjadi di masa depan."
"Nantinya kita mungkin mengalami masalah dan – mengacu kepada reproduksi pada umumnya – mungkin juga musnahnya spesies manusia."
Para peneliti yang tidak terlibat dalam penelitian itu memuji mutu penelitian, tapi memandang terlalu dini jika berkesimpulan seperti itu.
Dr Levine, dari Hebrew University di Yerusalem, mendapati penurunan 52,4 persen konsentrasi sperma dan penurunan 59,3 persen jumlah hitungan total sperma di kalangan kaum pria Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Selandia Baru.
Penelitian itu juga menengarai bahwa laju penurunan di kalangan pria negara-negara tersebut terus berlanjut dan mungkin malah lebih cepat lagi.
Advertisement
Kesalahan Penelitian Sebelumnya
Sementara itu, tidak ada laju penurunan yang signifikan di Amerika Selatan, Asia, dan Afrika. Para peneliti menegaskan bahwa penelitian di benua-benua itu jauh lebih sedikit.
Namun demikian, D. Levine mengkhawatirkan bahwa nantinya hitungan sperma akan berkurang juga di kawasan-kawasan tersebut.
Banyak penelitian sebelumnya mengindikasikan penurunan tajam hitungan sperma serupa itu di negara-negara ekonomi maju, tapi para pihak yang skeptis memandang ada kesalahan dalam penelitian.
Sejumlah pihak melakukan investigasi hanya sedikit pria saja, atau hanya menghitung kaum pria yang mendatangi klinik kesuburan yang diduga memang memiliki angka rendah hitungan spermanya.
Jika faktor-faktor itu diperhatikan sekaligus, maka bisa muncul pandangan yang salah terkait penurunan hitungan jumlah sperma.
Tapi para peneliti dalam studi teranyar tersebut mengaku telah memperhitungkan kesalahan hitung di masa lalu. Dengan demikian, sejumlah pihak yang meragukan mengurangi pandangan skeptisnya.
Profesor Allan Pacey dari Sheffield University adalah salah satunya, katanya, "Penelitian teranyar oleh Dr Levine dan rekan-rekannya telah mengatasi berbagai kekurangan dalam penelitian-penelitian sebelumnya."
Merokok dan Obesitas
Tapi Profesor Pacey berpendapat bahwa, walaupun penelitian teranyar itu sudah mengurangi kemungkinan kesalahan temuan masa lalu, penelitian itu sendiri tidak menghilangkan semua kesalahan tersebut.
Jadi, hasil temuan penelitian teranyar itu juga harus ditanggapi secara cermat. Katanya, "Silang pendapat yang ada belum sepenuhnya tuntas dan masih banyak yang harus dilakukan."
"Namun demikian, laporan itu merupakan langkah maju untuk memperjelas data yang memungkinkan kita menentukan penelitian yang lebih baik untuk menelaah masalah tersebut."
Belum ada bukti terang-benderang sebagai alasan dugaan pengurangan jumlah sperma tersebut, tapi pengurangan itu pernah dikaitkan dengan paparan pada zat kimia yang ada dalam pestisida dan plastik, obesitas, merokok, stres, diet, dan bahkan kebiasaan terlalu lama menonton TV.
Dr. Levine menyebutkan adanya kebutuhan mendesak untuk mengetahui mengapa hitungan jumlah sperma menurun dan mencari cara untuk membalik tren tersebut.
Katanya, "Kita harus mengambil tindakan. Misalnya melalui regulasi yang lebih baik tentang zat kimia buatan manusia dan kita harus melanjutkan upaya-upaya mengatasi merokok dan obesitas."
Advertisement