Liputan6.com, Connecticut - Krystyna Farley dikenal sebagai seorang ratu kecantikan berusia 91 tahun yang berasal dari negara bagian Connecticut, Amerika Serikat. Meski begitu, perjalanan hidup Farley tak glamor seperti peserta kontes kecantikan lainnya.
Dikutip dari laman BBC, Rabu (26/7/2017), Krystyna Farley dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh orang tuanya yang saat itu tinggal di Polandia. Tetapi masa kecil Farley bisa dibilang menyedihkan. Pasalnya, nenek berusia 91 tahun ini harus berhenti dari sekolah saat Perang Dunia II meletus.
"Kulit saya sudah cantik, dan tak memerlukan riasan apapun kecuali lipstik," ujar Farley.
Farley yang akan berulang tahun ke-92, memenangkan kontes Miss Connecticut Senior Amerika pada usia senja.
Baca Juga
Advertisement
"Orang-orang berfikir jika kita sudah berusia senja (di atas 60 tahun), maka tak patut melakukan apa-apa. Saya rasa hal itu adalah pernyataan yang salah. Saya telah menunjukkan kepada orang-orang, meski tak lagi muda, saya masih bisa menari, menjahit, dan melukis," ujar Farley.
Farley menjalani setiap kehidupannya dengan optimistis dan menikmati segala proses kehidupannya meskipun harus mengalami masa-masa berat saat remaja.
Masa Remaja yang Suram
Farley lahir di Polandia Timur pada tahun 1925. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Bersama keluarga, Farley tinggal di tanah seluas 35 hektar atas pemberian pemerintah atas jasa ayahnya yang sempat bergabung bersama anggota militer sejak Perang Dunia I.
"Hidup saya sangat menyenangkan karena kami tak pernah menghadapi permasalahan besar," kenang Farley.
Namun, masa-masa indah itu sirna sudah. Ketika berumur 14 tahun pasukan Jerman dan Uni Soviet menyerbu wilayah Polandia yang kemudian memicu Perang Dunia II.
"Pada tahun 1940, saya dan keluarga ditangkap," kata Farley.
Bersama ratusan ribu warga Polandia lainnya, Farley dan keluarga ditangkap di malam hari yang sangat dingin oleh militer Rusia dan polisi Ukraina. Mereka diangkut ke dalam kereta ternak. Melakukan perjalanan selama berbulan-bulan melewati hutan yang dipenuhi salju di pegunungan Ural.
"Keretanya tak memiliki jendela. Hanya ada lubang kecil di kamar mandi. Masing-masing gerbong diisi sekitar 60 orang. Setiap harinya kami hanya diberi roti," tutur Farley.
Keluarga Krystyna dipaksa untuk bekerja sambil menebang pohon di sebuah kamp kerja paksa Rusia dengan makanan terbatas.
"Tak ada hal lain yang kami pikirkan selain makanan. Sebab, kami tak punya apa-apa untuk dimakan," kenangnya.
Selama dua tahun keluarga Farley menghabiskan masa-masa yang mengerikan. Hingga akhirnya, Jerman menyerang Uni Soviet pada tanggal 22 Juni 1941. Stalin, yang membutuhkan sekutu sebanyak mungkin, tiba-tiba melepaskan puluhan ribu tawanan perang Polandia, termasuk Farley dan keluarganya.
Ayah Farley bersama ribuan orang lainnya, bergabung dengan pasukan baru yaitu Angkatan Darat Polandia di pengasingan. Tapi semua perempuan dan anak-anak ditinggalkan.
Sementara itu, Farley bersama ibu dan saudara perempuan lainnya dipaksa masuk ke sebuah kapal yang berisi orang-orang sakit dan kekurangan gizi untuk dibawa ke sebuah tempat melintasi Laut Kaspia. Ternyata mereka dibawa ke Taskent -- ibukota Uzbekistan -- untuk dipekerjakan sebagai pemetik kapas.
Di Taskent, makanan cukup terjamin. Mereka bisa memakan roti dan buah blackberry, keju, dan juga melon kering.
Namun, kehidupan mereka semakin berat dan mengalami permasalahan ekonomi. Walentyna, ibu dari Farley membuat keputusan yang sangat berat yaitu mengirim anak-anaknya kecuali Alice (anak tertua) ke panti asuhan orang-orang Persia yang didirikan oleh Angkatan Darat Polandia di pengasingan.
Untuk mencapai wilayah Iran, anak-anak yang dititipkan di panti asuhan itu berangkat dengan sebuah kapal untuk diberangkatkan ke Teheran. Sejak saat itulah, Farley dan anak-anak lain tak dapat bertemu dengan orangtua mereka lagi.
Hampir Mati
Pasca-mengalami masa-sama menyedihkan di Rusia dan Uzbekistan, kehidupan di Teheran dirasa semakin membaik. Ada tempat tidur yang bersih dan banyak makanan. Tetapi, Farley mengalami sakit parah.
Farley dianggap telah meninggal, saat itu tubuhnya dibawa ke kamar mayat. Tiba-tiba ada seorang suster yang kebetulan melihat Farley masih bergerak dan seketika menyadari gadis itu masih bernyawa.
"Saya menderita pneumonia di dua sisi paru-paru saya. Saya sudah hampir mati, jadi saya tak terlalu banyak mengingat kejadian itu," ujar Farley.
Saat dinyatakan sembuh, Farley menyuruh adik laki-lakinya Teddy dan Chester untuk bergabung menjadi calon prajurit.
Tak hanya itu, Natalie yang juga adik dari Farley juga dimasukkan ke dalam panti asuhan di Afrika.
Kemudian Farley mendaftarkan diri menjadi Angkatan darat Polandia di pengasingan.
"Saat itu saya ingin sekali menjadi sopir tentara agar dapat berkeliling," kata Farley.
Farley terpaksa berbohong. Untuk menjadi anggota tentara, seorang calon prajurit harus berusia minimal 19 tahun. Namun, Farley masih berusia 18 tahun kala itu. Bukannya menjadi sopir militer, Farley malah diterima di sebuah pelatihan sebagai asisten perawat di Irak.
Karena karier militernya yang baik dan berprestasi selama lima tahun, Farley dianugerahi medali oleh Raja George dan dipindah tugaskan ke Mesir.
Sebuah keajaiban terjadi, Farley kemudian bertemu dengan sang ayah yang sejak lama terpisah di Polandia. Kemudian, keduanya secara bersama-sama ditempatkan di Yerusalem.
"Saya senang, tetapi masa muda saya bukan diisi dengan aktivitas bersama keluarga. Melainkan memikirkan makanan dan uang," ujar Farley.
Advertisement
Bertemu Calon Suami
Cinta Farley bersemi di medan perang. Cerita bermula ketika Farley tengah mengobati dan mengoperasi serdadu-serdadu yang terluka di puncak bukit.
Saat itu ia bertemu dengan seorang pria yang kemudian menjadi suami pertamanya -- seorang tentara bernama Stanley Slowikowski -- yang dikirim ke bangsalnya dengan kondisi cedera kaki.
Ketika perang berakhir, Farley dan Stanley menetap di Inggris dan di sanalah keluarga Farley akhirnya bersatu kembali dengan ayah, saudara laki-laki dan adik perempuannya.
Namun sayang, Farley harus menerima pahitnya hidup ketika mengetahui ibunya telah meninggal dunia karena malaria. Sementara itu, ia belum mendapat informasi terkait keberadaan kakak tertuanya Alice yang saat itu berpisah di Uzbekistan.
"Saya masih memiliki keyakinan, kakak perempuan saya masih hidup dan sehat seperti saya," kata Farley.
Farley dan Stanley dikarunia tiga orang anak hasil dari buah pernikahannya. Tetapi, sang suami yang ia temui di medan perang memiliki kebiasaan buruk yaitu suka mabuk-mabukan.
Farley tak tahan dengan kondisi ini, rasanya ingin mengakhiri kisah cintanya. Pada tahun 1949, Farley meninggalkan Stanley dan membawa tiga anak-anaknya yang masih kecil.
Hidup menjanda tak lantas membuat Farley semakin terpuruk. Ia mulai membuka kelas menari untuk anak-anak -- bermodal kemampuan yang dimiliki sejak muda.
Pada tahun 1953, rombongan kelas tari milik Farley diundang untuk tampil dalam acara penobatan Ratu Elizabeth. Bangganya, anak-anak itu tampil dengan kostum yang dirancang secara langsung oleh Farley.
Sebelum meninggalkan Inggris, Farley memiliki anak perempuan dari kekasihnya (tanpa menikah). Saat itu, pria tersebut mengajak Farley menikah. Namun, wanita itu masih belum siap.
Suatu momen, dalam fikiran Farley sempat terlintas untuk pindah ke Amerika Serikat. Ia tak tahu pasti berasal dari mana pemikiran itu. Hingga akhirnya, pada tahun 1955 bersama keempat anaknya, Farley berangkat ke AS dengan bermodalkan beberapa ratus dolar.
Setiba di AS, Farley membangun kehidupan baru untuk dirinya dan anak-anaknya. Di sana ia berprofesi sebagai petugas sebagai ahli kebersihan gigi.
Pindah ke Negeri Paman Sam, Farley menemukan kembali tambatan hati. Tahun 1956 ia menikah dan memiliki satu anak perempuan bernama Eva.
Kembali gagal dalam membina biduk rumah tangga, tak membuat Farley menyerah dan tetap mengarungi kejamnya ombak lautan asmara.
Saat berusia 50 tahun, Farley kembali bertemu dengan pria yang ia gambarkan sebagai cinta dalam hidupnya yaitu Ed Farley.
Farley kembali menikah untuk yang ketiga kalinya dan ternyata sosok Ed menjadi cinta terakhirnya.
Mengikuti Kontes Kecantikan
Farley sangat aktif di komunitas Polandia di Connecticut.
"Saya bergabung dengan berbagai jenis perkumpulan. Saya mengajarkan anak-anak tarian rakyat Polandia, dan saya membawa kelompok Polandia ke festival tarian internasional," ujar Farley.
Namun di usianya yang sudah senja, ia juga mengikuti berbagai kontes kecantikan di Amerika. Kala itu ia mengikuti kompetisi Miss Connecticut Senior America untuk pertama kalinya pada usia 70 tahun.
Saat itu ia menempati urutan kedua. Beberapa tahun kemudian, upayanya membuahkan hasil, dia meraih juara pertama dalam kontes kecantikan. Lalu ia dinobatkan sebagai ratu kecantikan pada tahun 2016.
"Anda harus berdandan, Anda harus memiliki bakat, tentu saja harus punya gaun, dan Anda harus membicarakan filosofi hidup Anda," kata Farley.
"Saya punya tiga atau empat bakat yang berbeda - saya bisa membaca puisi, saya bisa menari, saya bisa menyanyi seperti Carmen Miranda," tambahnya.
Filosofi hidup Farley adalah mencintai dan baik kepada semua orang.
"Anda harus mencintai orang-orang dan bergaul dengan orang lain, karena jika Anda tidak memiliki teman-teman di sekitar Anda, Anda seperti seekor merpati yang mati," jelasnya.
Di acara final kontes kecantikan Miss America Senior tahun lalu, Krystyna bersaing dengan 44 ratu negara bagian lainnya. Ia bahkan mengalahkan seorang perempuan yang berusia 30 tahun lebih muda darinya.
Ia menyerahkan mahkota Miss Senior Connecticut-nya kepada juara kontes 2017 pada bulan Mei lalu, jelang ulang tahunnya yang ke-92 pada tanggal 19 Agustus mendatang. Ia mengatakan, sudah saatnya untuk menggantungkan tiaranya untuk selamanya.
"Tidak ada lagi kontes kecantikan untuk saya. Tetapi saya masih suka berdandan dan memakai anting-anting," ujar Farley.
Advertisement