Liputan6.com, Jakarta Tepat 95 tahun yang lalu, 26 Juli 1922, si Binatang Jalang Chairil Anwar lahir di tengah keluarga Minang yang konservatif, ketat, dan taat ajaran Islam. Bisa dibayangkan bagaimana lingkungan keluarga yang kolot mempengaruhi perkembangan jiwanya sejak kecil. Ayahnya yang juga orang terpandang membuat Chairil kecil hidup dalam kemewahan. Dari situasi masa kecilnya, dirinya beranjak menjadi orang dengan moto hidup “pantang dikalahkan”.
Namun meski dirinya dikenal sebagai sosok yang pantang untuk dikalahkan, nyatanya Chairil Anwar luluh-lantak dan dikalahkan juga oleh apa yang disebut “cinta”.
Tulisan Oom Wike dalam sebuah dokumentasi koleksi PDS HB Jassin bertahun 1976 menceritakan, Chairil Anwar nyaris ingin bunuh diri karena ditolak cintanya oleh seorang gadis bernama Sri Aryati.
Dalam pandangan HB Jassin yang juga merupakan sahabat dekat Chairil Anwar, gambaran Sri Aryati adalah gadis tinggi semampai, warna kulitnya hitam manis, rambutnya berombak, kerling matanya sejuk dan dalam. Gadis cantik ini merupakan mahasiswa Literaire Fakulteit (sekarang fakultas sastra) di Universitas Indonesia.
Pertemuan antara keduanya terjadi lantaran Sri Aryati merupakan wanita yang gemar membaca puisi dan tergabung dalam sebuah komunitas sastra, dan Chairil bertugas menjadi mentor Sri Aryati dalam membaca puisi.
Chairil Anwar yang dikenal sangat nasionalis tentu mendambakan wanita semacam Sri Aryati, yang meski berasal dari kaum elite dan menguasai lima bahasa, dirinya pada saat itu tidak bergaya hidup ke-belanda-belanda-an dan memilih aktif bersama seniman nasionalis.
Diriwayatkan, pada suatu hari Chairil Anwar ngapel ke rumah Sri Aryati, namun mengejutkan, yang didapatnya justru sebuah penolakan.
“Chairil kamu lebih baik pulang saja ke rumah, sebab Sri sudah punya pacar,” ungkap Sri seperti yang dikutip dari dokumentasi Majalah Pertiwi, Rabu (26/7/2017).
Penolakan cinta tersebut membuat Chairil Anwar hancur. Lantas dia ngeluyur sepanjang jalan tanpa menghiraukan sekelilingnya, hingga sampai akhirnya di duduk termenung di Pelabuhan Pasar Ikan. Alih-alih ingin bunuh diri, Chairil Anwar justru menulis puisi yang diberi judul Senja di Pelabuhan Kecil.
Berikut bunyi puisi tersebut:
Senja di Pelabuhan Kecil
: buat Sri Aryati
Ini kali tidak ada yang mencari
cinta
di antara gudang, rumah tua pada
cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu
tiada berlaut
menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada
juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari
berenang
Menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak
Advertisement
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba diujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
Simak juga video menarik berikut ini: