Liputan6.com, Bandung - Warga Kebon Jeruk, Kota Bandung, Jawa Barat, mendobrak pintu gerbang Kantor PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) II Bandung. Sebelumnya, pengunjuk rasa menuntut perusahaan milik negara itu menghentikan intimidasi penggusuran tempat tinggal mereka.
Mereka emosional lantaran tak adanya perwakilan perusahaan pelat merah tersebut yang mau menandatangani surat pernyataan tidak lagi menyebarkan edaran penggusuran. Apalagi, surat edaran itu menuding 25 kepala keluarga menempati tanah PT KAI Bandung di Jalan Stasiun Selatan, secara ilegal.
Namun, warga menolak pindah dan membongkar bangunannya karena telah memenangkan gugatan terhadap PT KAI di pengadilan negeri, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
Menurut salah seorang warga Kebon Jeruk, Ulfhatun Khamdiyah, sekalipun telah memenangkan gugatan atas tanah yang telah ditempatinya, PT KAI malahan menyebarkan surat edaran kedua tentang adanya penggusuran.
"Ya, kita tidak maulah terintimidasi terus-menerus, kita perlu hidup tenang, kita perlu memulihkan ekonomi lagi yang sudah berantakan yang dari kemarin sudah habis-habisan," ucap dia di lokasi unjuk rasa, di Jalan Stasiun Selatan, Kota Bandung, Rabu (26/7/2017).
Menurut dia, banyak warga menganggur atau tidak punya penghasilan dalam setahun terakhir. "Baru saja mulai mau memulihkan perekonomian kita, anak-anak kita perlu sekolah, sudah mau digusur lagi," ia menambahkan.
Ulfhatun menjelaskan, surat pemberitahuan tentang rencana penggusuran diberikan oleh pegawai PT KAI tanpa ada penjelasan. Para pegawai tersebut hanya memberikan secarik kertas pemberitahuan rencana penggusuran dan langsung pergi.
"Kalau disuruh menghapal wajahnya, saya juga sudah lupa," ujar Ulfhatun.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Komentar Penggiat Lingkungan dan PT KAI
Surat edaran rencana penggusuran PT KAI dianggap menyalahi peraturan oleh organisasi lingkungan hidup Jawa Barat, Walhi.
Ketua Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan menyebutkan, selain sudah berkekuatan hukum, bangunan 25 kepala keluarga, penggusuran itu menyebabkan kerusakan lingkungan dengan menebang pohon di sepanjang Jalan Stasiun Selatan.
Dadan mengatakan pula, sudah selayaknya perusahaan milik negara tersebut mematuhi hukum, termasuk pemerintah kota dan anggota kepolisian yang berjaga di lokasi unjuk rasa.
"Kepolisian harusnya tidak menghalangi keinginan warga yang hendak bertemu dengan pejabat PT Kereta Api terkait intimidasi penggusuran," Dadan menjelaskan.
Mengacu kepada peraturan, imbuh Dadan, warga yang menempati tanah lebih dari 20 tahun, berhak memilikinya dengan syarat telah menunaikan kewajiban terhadap negara. Salah satunya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Jika klaim PT KAI kini sedang mengajukan banding di pengadilan, menurut Dadan, seharusnya kuasa hukum warga harus menerima salinannya. "Ini tidak ada yang menerima satu pun," katanya.
Sedangkan juru bicara PT KAI Daop II Bandung, Joni Martinus, mengaku bahwa otoritasnya hanya mengingatkan kembali warga untuk membongkar bangunan atau tempat usaha di area tanah PT KAI. Dengan demikian, surat edaran peringatan tersebut dianggap wajar.
Terkait putusan Pengadilan Negeri Bandung terdahulu yang dimenangkan warga, menurut Joni, hanya untuk gugatan ganti rugi saja pada proses penertiban sebelumnya senilai Rp 15 juta untuk 25 kepala keluarga.
"Itu masih dalam proses hukum dan PT Kereta Api mengajukan banding. Artinya, tanah itu masih milik PT Kereta Api," kata Joni.
Adapun surat peringatan penggusuran diedarkan karena PT KAI berencana membangun kawasan parkir.
Advertisement