Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak berkoordinasi dengan lembaga antirasuah itu saat mengizinkan Muhtar Ependi datang ke rapat dengar pendapat Pansus Angket DPR terhadap KPK.
Muhtar merupakan terpidana kasus pemberian keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada Empat Lawang yang diusut KPK. Oleh karena itu, KPK menyayangkan sikap Kemenkumham. Walaupun, Muhtar memang sudah berstatus sebagai terpidana, sehingga tanggung jawab atasnya berada di tangan Kemenkumham.
Advertisement
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengingatkan Muhtar juga masih berstatus sebagai tersangka kasus suap terhadap mantan Hakim MK Akil Mochtar. Seharusnya, kata dia, Kemenkumham berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPK sebelum mengeluarkan Muhtar Ependi dari tahanan.
"Kita berharap seharusnya ada koordinasi-koordinasi yang dilakukan, karena yang bersangkutan sedang juga menjadi tersangka dan kasusnya sedang ditangani KPK. Namun memang ketika ekseskusi telah dilakukan, ada domain Menkumham di sana," ujar Febri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 27 Juli 2017.
Namun, dia enggan berspekulasi terkait kepentingan pihak tertentu untuk menghadirkan Muhtar di DPR. Meski, nama Menkumham muncul dalam dakwaan dan tuntutan kasus e-KTP.
Hak Angket KPK sendiri digulirkan oleh DPR diduga bermula dari kasus e-KTP yang banyak melibatkan nama-nama besar di pemerintah.
"Apa dasar kemudian Menkumham mengizinkan para terpidana untuk hadir di pansus, saya kira itu ditanyakan kepada pihak Kemenkumham apa dasarnya, dan kenapa itu dilakukan, dan kenapa tidak koordinasi dengan KPK," kata Febri.
Sebelumnya, Pansus Angket KPK menghadirkan terpidana KPK, Muhtar Ependi, di DPR, Selasa 25 Juli 2017. Dia merupakan terpidana kasus pemberian keterangan palsu sengketa Pilkada Empat Lawan dan Palembang. Pansus menanyakan soal pengalaman Muhtar Ependi saat berhadapan dengan KPK.
Saksikan video berikut ini: