Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan Indonesia masih menjadi lahan empuk bagi para pelaku penipuan siber. Hal ini terbukti dari terungkapnya aksi penipuan puluhan warga negara China di Bali, Surabaya, Batam, dan Jakarta.
Menurut dia, perlu adanya peningkatan regulasi atau aturan tentang teknologi informatika sehingga dapat menekan praktik kejahatan serupa.
Advertisement
"Sebabnya, lokasi kejahatan modern sejenis itu tidak lagi mengenal batas negara. Terlebih lagi jika para sindikat itu melihat celah potensi melakukan aksinya karena negara tersebut masih kurang up to date regulasinya terkait transnational crime," kata Ari dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (30/7/2017).
Apalagi, sambung dia, kejahatan serupa masih dianggap enteng oleh pemerintah. Padahal, Ari menilai kejahatan tersebut terus terulang.
"Terlebih lagi jika ada perspektif yang memandang bahwa kejahatan ini sekadar tindak pidana remeh," ucap Ari.
Oleh karena itu, mantan Kapolda Sulawesi Tengah itu meminta stakeholder terkait untuk memperketat regulasi tentang telekomunikasi dan informatika. Misalnya dengan mewajibkan para pemilik SIM Card telepon genggam mengisi identitas.
"Atau juga bank hingga leasing yang pastinya selalu bersentuhan dengan data nasabah," lanjut Ari.
Di sisi lain, Ari melihat, sebenarnya tindak pidana penipuan melalui telepon ini sangat serius juga kerap terjadi di Indonesia.
"Artinya, kejahatan yang kerap dianggap remeh itu sebenarnya sangat serius. Buktinya sindikat itu mau mengeluarkan modal untuk melakukan kejahatannya dengan pindah lokasi di negara lain. Tentunya agar tak langsung terdeteksi. Meski saat telah tertangkap, Indonesia pasti mendeportasi mereka agar menghadapi jerat hukum yang tegas di negaranya masing-masing," ujar Ari.
Sebelumnya, Tim Gabungan Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri baru saja mengungkap kejahatan penipuan melalui telepon atau phone fraud. Empat lokasi di Indonesia menjadi titik mereka melakukan kejahatannya, yaitu Surabaya, Jakarta, Bali, Batam.
Sindikat tersebut berasal dari China dan Taiwan. Dengan modus menggunakan data-data nasabah bank di China dan Taiwan, sindikat itu menghubungi para korban. Lalu mereka menyamar seolah-olah dari instansi penegak hukum di Taiwan.
Para sindikat penipuan itu ada yang berperan sebagai polisi, jaksa atau petugas bank. Kemudian para pelaku ini mengatakan kepada korban bahwa si korban sedang diselidiki karena terkait kasus pidana. Setelah para korban ketakutan, maka para sindikat ini meminta sejumlah uang agar dikirimkan kepada mereka. Tujuannya untuk menghentikan kasus pidana yang seolah-olah sedang mereka lakukan.
Saksikan video menarik di bawah ini: