Resep Membuat Jagat Raya, Dunia dalam Mata Bocah 7 Tahun

Walau usianya belum belasan tahun, tetapi gadis kecil yang satu ini memberikan harapan bagi ranah sastra Indonesia lewat sajak-sajaknya.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 31 Jul 2017, 11:55 WIB
Doc: Sulung Lahitani

Liputan6.com, Jakarta - Blurb

Anak-anak sangat gemar bercerita. Mereka bisa menceritakan apa saja dengan cara dan gaya yang mereka suka. Cerita-cerita tersebut mereka ramu dari eksplorasi antara imajinasi, fakta, dan pengalaman empiris.

Buku ini, adalah jagat raya yang diciptakan Naya dari kacamata kanak-kanak, tidak hanya untuk dirinya, tapi untuk semua orang.

Identitas Buku

Judul: Resep Membuat Jagat Raya, Sehimpun Puisi
Penulis: Abinaya Ghina Jamela
Desain Sampul: Kata Visual
Lukisan Sampul: Abinaya Ghina Jamela
Lukisan Isi: Abinaya Ghina Jamela
Tebal: xii + 82 halaman
Cetakan II: Februari 2017
ISBN: 978-602-72113-9-1
Penerbit: Kabarita

Review

Tahun 2000-an dapat dibilang sebagai tahun gemilang bagi para penulis cilik. Banyak penerbit yang tak sangsi memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkarya. Misalnya Kecil-Kecil Punya Karya yang laris di pasaran.

Walau demikian, ketimbang prosa, tak banyak anak yang memilih puisi sebagai jalur mereka. Abinaya Ghina Jamela adalah sedikit di antaranya.

Walau usianya belum belasan tahun, tetapi gadis kecil yang satu ini memberikan harapan bagi ranah sastra Indonesia lewat sajak-sajaknya. Mulai menulis puisi di usia lima tahun, Naya, panggilan kesayangannya, telah memiliki ciri khas di karya-karyanya.

Dalam buku Resep Membuat Jagat Raya, Sekumpulan Puisi, Naya mencoba bercerita tentang pengalamannya sehari-hari, rasa ingin tahunya, bahkan hal-hal remeh yang mungkin telah luput di mata orang dewasa.

Ada 59 puisi yang Naya tulis dari dalam rentang tahun 2014-2016 dan dikumpulkan dalam buku tersebut. Meski puisi-puisi tersebut tidak disusun berdasarkan kategori, tetapi bila pembaca cermat, dapat terasa kematangan dan perbedaan gaya menulis Naya dari tahun ke tahun.

Bila tahun 2015, Naya lebih cenderung menulis sajak yang bersumber dari kegiatannya sehari-hari, maka puisi-puisi tahun 2016 lebih ke pada kedalaman cara berpikir Naya. Misalnya saja dalam sajak Kisah Seorang Perempuan.

Naya bercerita tentang bagaimana perempuan di masa lalu dilarang membaca, menulis, bahkan belajar. Perempuan di masa lalu hanya diperbolehkan mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, kemudian tokoh perempuan yang ia ceritakan dalam sajaknya memberontak.

Naya seperti ingin ikut bersuara melawan ketidakadilan yang kerap dialami oleh perempuan. Walau mungkin sajak tersebut ia tulis berdasarkan apa yang ia tonton atau baca, tapi tetap terasa semangat kesetaraan dalam sajaknya tersebut.

Atau dalam sajak Anak Lelaki Berpiyama. Tampaknya Naya mendapat ide menulis sajak tersebut setelah menonton The Boy in the Striped Pajamas. Tak jauh berbeda dengan filmnya, Naya menyoroti ketidakadilan yang dialami bocah berpiyama karena memiliki darah Yahudi.

Banyak lagi puisi-puisi yang menyorot masalah sosial lainnya yang ia tulis, sesuatu yang biasanya luput di mata anak seumurnya.

Walaupun demikian, Naya tetap mempunyai dunianya sendiri sebagai seorang anak kecil. Dalam beberapa puisinya, tersirat kelincahan dari anak seusianya yang masih suka bermain.

Misalnya saja dalam sajak berjudul Teman Baik.

 

Teman Baik

Anes seorang teman baik. Mengapa? Dia suka ajak aku main.
Kami berlari kencang seperti kuda
dan tertawa bersama Ayen, juga Yuyun.
Ia kurus dan tinggi seperti jerapah
dan dia tak pelit. Dia temanku paling baik.

 

Yang menarik adalah metafora-metafora yang dipilih oleh Naya dalam sajaknya. Metafora dan diksi yang dipilih olehnya, terasa tak berlebihan.

 

Dory Si Pelupa

...
dia bertemu paus hiu putih
suka menabrak sesuatu
seperti supir truk yang mengantuk
...

 

 

Catatan Tentang Hutan

...
Mowgli ditinggal ayah ketika bayi
seperti penyu meninggalkan telur di tepi pantai
...



Ketimbang memilih satu puisi dan menunjuknya sebagai favorit, saya lebih suka menyebut semua puisi di dalam buku Resep Membuat Jagat Raya sebagai puisi-puisi favorit. Sebab, Naya mampu membuat perhatian saya tertuju pada pilihan kata dalam sajaknya.

Dalam bentuk puisi pun, anak perempuan yang belum genap berusia delapan tahun ini tidak terjebak dengan sajak ab-ab seperti puisi Melayu. Naya mampu memberikan keragaman, pilihan untuk menikmati jalinan kata yang ia rangkai.

Menarik untuk melihat bagaimana perkembangan Naya nantinya. Overall, 4,5 dari 5 bintang. *

Peresensi:

Sulung Lahitani

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya