Sentimen Negatif Dalam Negeri Jadi Pemberat Gerak Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp 13.318 per dolar AS hingga 13.329 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 31 Jul 2017, 13:35 WIB
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp 13.318 per dolar AS hingga 13.329 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada perdagangan Senin pekan ini. Sentimen negatif dari dalam negeri menjadi penekan gerak rupiah. 

Mengutip Bloomberg, Senin (31/7/2017), rupiah dibuka di angka 13.327 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.324 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp 13.318 per dolar AS hingga 13.329 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 1,11 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.323 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 13.326 per dolar AS.

Nilai tukar dolar AS sedang berusaha untuk bangkit di kawasan Asia setelah tertekan cukup dalam pada pekan lalu. Ketidakpastikan politik di AS menjadi pemberat bagi dolar AS.

Sebenarnya, ekonomi AS bergerak sesuai dengan prediksi para analis. Hal tersebut seharusnya menjadi pendorong gerak dolar AS. Pertumbuhan ekonomi AS di angka 2,6 persen untuk kuartal II 2017.

Sayangnya, ketidakpastian kebijakan ekonomi yang akan diusung oleh pemerintahan Donald Trump membebani dolar AS sehingga tertekan di kawasan Asia.

"Ketidakpastian tersebut membuat yen mampu menguat terhadap dolar AS," jelas analis senior IG Securities, Tokyo, Jepang, Junichi Ishikawa.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump menggantikan Kepala Staf gedung putih Reince Priebus dengan pensiunan Jenderal John Kelly. "Penggantian ini menjadi titip balik administrasi Trump," tambah Ishikawa.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, rupiah sulit untuk bergerak menguat karena diterpa sentimen pelemahan daya beli domestik yang turun.

"Sentimen negatif secara umum masih dominan, melengkapi kekhawatiran terhadap risiko fiskal. Sentimen ketidakpastian hukum juga mulai muncul, terlihat dari aturan dan kebijakan pemerintah yang berubah-ubah," jelas dia.

Ia mencontohkan, aturan yang berubah-ubah adalah harga eceran tertinggi (HET) beras yang dibatalkan, peraturan investasi minyak dan gas yang direvisi dan rencana redenominasi rupiah yang ditunda.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya