Menko Luhut Ajak Swasta Kembangkan Kawasan LRT Jakarta

Pemerintah mengajak swasta mengembangkan kawasan berbasis transportasi LRT atau dikenal dengan transit oriented development (TOD).

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 31 Jul 2017, 17:54 WIB
Penampakan kontruski pembangunan proyek kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) di kawasan Kampung Makassar, Jakarta, Rabu (19/7). Proyek ini ditargetkan rampung pada tahun 2018. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membuka kesempatan swasta untuk turut terlibat dalam proyek light rail transit (LRT) Jakarta. Rencananya, pemerintah akan mengajak swasta mengembangkan kawasan berbasis transportasi LRT atau dikenal dengan transit oriented development (TOD).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pengembangan TOD akan dilanjutkan sampai Bogor. "Jadi kita langsung tadi putuskan, langsung sudah membuat studi Bogor-Cibubur supaya sekaligus. Itu nanti cost kita juga jadi lebih rendah," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin (31/7/2017).

Luhut belum merinci berapa TOD yang akan dikembangkan. Namun, dia menuturkan, berdasarkan kajian PricewaterhouseCoopers (PwC) pengembangan TOD akan berkontribusi pada pendapatan sebanyak 10 persen.

"Saya tidak tahu, kan ada bermacam-macam itu TOD-nya, ada tiga titik TOD-nya. Tadi dari PwC paparkan bisa menambah 10 persen penerimaan. Jadi apa yang dihitung sekarang belum menghitung tadi TOD, iklan dan sebagainya," jelas dia.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah ingin swasta banyak terlibat di LRT. Nantinya, TOD tersebut akan dilelang kepada swasta.

"Ada harapan dalam diskusi, kita juga memikirkan agar swasta dilibatkan lebih banyak, sehingga TOD-TOD itu akan dibuat semacam TOR lelang kepada swasta. Tidak dikerjakan oleh KAI. Yang kedua juga diusulkan oleh KAI, tidak sampai Cibubur saja, tapi sampai Bogor," tandas dia.

Sebelumnya, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) DKI Jakarta menekankan, perlunya aturan yang jelas untuk pengembangan kawasan Transit Oriented Development (TOD). Hal tersebut guna menghindari penyalahgunaan pembangunan oleh para pemilik modal dan menjamin keberpihakan publik atas penyediaan hunian terjangkau, fasilitas publik seperti pedestrian, hingga ruang terbuka hijau (RTH).

Ketua IAP DKI Jakarta bidang Properti dan Permukiman, Meyriana Kesuma yang mewakili hasil kajian IAP DKI Jakarta, menegaskan aturan jelas penting karena TOD saat ini telah menjadi alat pemasaran bagi pihak swasta yang mengembangkan proyek di sekitar TOD. Saat ini banyak sekali pengembang mengusung gimmick sebagai kawasan TOD untuk menggaet pembeli. Sementara aturannya belum ada.

Padahal, pengembangan kawasan yang dilakukan belum tentu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan TOD seperti compact (terpadu), mixed use (beragam fungsi), mixed income (beragam pendapatan masyarakat), dan walkable environment (ramah bagi pejalan kaki).

“Aturan mengenai TOD ini memang perlu didorong supaya ada aturan main. Jadi pengembang ada guidance-nya, dan pemerintah bisa mengontrol,” kata Meyriana, Senin (19/6/2017).

Regulasi TOD penting supaya swasta yang melakukan pengembangan melakukannya dengan benar, tidak salah kaprah dan tentunya tidak mengalami kerugian akibat pencabutan izin atau terkena denda karena menyalahi aturan.

Menurut dia, sekarang mungkin TOD baru tren di Jakarta. Namun, bukan tidak mungkin di kemudian hari kota lain seperti Bandung dan Surabaya akan mengikuti. Oleh karena itu, penyusunan aturan TOD di Jakarta bisa menjadi benchmark bagi kota-kota lainnya.

Beberapa hal yang perlu diatur antara lain menyangkut berapa jarak proyek properti tersebut dari stasiun, luas kawasan, berapa persen hunian, komersialnya seperti apa, kawasan TOD ini siapa yang mengelola, apakah pemerintah atau swasta? Hal itu semua, ujar Meyriana, harus diatur dengan rinci dan jelas.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya