Liputan6.com, Ambon - Bukti-bukti arkeologi menunjukkan kemungkinan kerajaan kuno Loloda di bagian utara Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, sudah ada pada kisaran abad 15 Masehi. Salah satu kerajaan tertua itu berlokasi di samping Moro dan Obi.
"Loloda terletak di ujung utara Pulau Halmahera, tidak diketahui secara pasti kapan kerajaan itu didirikan dan siapa penguasa pertamanya," kata Arkeolog Wuri Handoko dari Balai Arkeologi Maluku di Ambon, Senin 31 Juli 2017, dilansir Antara.
Ia mengatakan kendati data arkeologi yang ditemukan masih minim, dari bukti-bukti yang ditemukan dalam penelitiannya di tepi Sungai Soa Sio, pada Maret 2017, menunjukkan bahwa kemungkinan kerajaan itu sudah ada pada kisaran abad 15 Masehi.
Di situs yang oleh penduduk setempat disebut dengan Soa Sio Lama, ditemukan jejak-jejak arkeologis berupa sebaran keramik baik dari masa Dinasti Ming abad 16 - 17 Masehi, Dinasti Qing abad 17 - 19 Masehi, dan Eropa abad 19 - 20 Masehi.
Baca Juga
Advertisement
Terdapat pula mangkuk Swangkhalok Thailand abad 14 - 16 Masehi, juga artefak-artefak lainnya, termasuk gerabah, fragmen kaca dan botol produksi Eropa, dan koin logam Belanda tahun 1898.
Data kronologi keramik, kata Wuri, mengkonfirmasi adanya hubungan perdagangan antara Kerajaan Loloda dengan daerah-daerah luar, baik secara langsung maupun melalui pedagang.
Diperkirakan pada masa lampau, jalur pantai Loloda baik di sebelah barat maupun sebelah utara, merupakan jalur lintasan pelayaran dan niaga yang keluar masuk ke wilayah kerajaan itu.
Di pesisir pantai sebelah barat merupakan jalur dengan Kerajaan Jailolo dan Ternate, sedangkan di sebelah utara dengan wilayah Galela dan kawasan Halmahera Utara lainnya, yang dalam hal ini termasuk wilayah dari Kerajaan Moro.
"Sangat minim catatan sejarah yang utuh tentang Kerajaan Loloda. Ini karena Loloda tidak berkembang, bahkan pada awal abad 20, sekitar tahun 1900-an dianggap sebagai kerajaan yang hilang," katanya.
Dari aspek lingkungan dan daya dukung lainnya, menurut dia, lokasi itu merupakan bekas pemukiman pusat Kerajaan Loloda sebagaimana dituliskan dalam teks sejarah dan tradisi tutur masyarakat setempat.
Pada area tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya terdapat struktur susunan batu seluas 12,5 x 10 meter dan ada sisa ubin bata merah. Struktur tersebut diyakini sebagai sisa-sisa bangunan kedaton Loloda.
"Kemungkinan bangunan kedaton pada masa lalu merupakan bangunan rumah tradisional dengan bahan-bahan setempat yang tidak bisa bertahan lama dalam kurun waktu hingga ratusan tahun, sehingga jejak-jejak material rumah atau kedaton tidak ditemukan lagi," kata Wuri.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Jejak Islam di Loloda
Para arkeolog berupaya mengidentifikasi dimensi lokasi yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai areal bangunan masjid kuno mereka, tapi sulit dilakukan karena tumbuhan perdu dan semak belukar yang rimbun menutupinya.
Selain itu, ditemukan juga sebuah batu pipih yang disebut dengan "batu wudu" oleh masyarakat setempat, letaknya di bagian barat lokasi yang dipercaya sebagai tempat berdirinya masjid tua Loloda.
"Peninggalan masjid kuno Loloda sudah tidak ada sisanya. Kondisi areal tanah yang tampaknya ditinggikan dan berpermukaan rata tersebut sudah sulit dikenali," kata Wuri.
Dijumpai pula beberapa makam kuno bercirikan Islam, berbentuk jirat dan bernisan menhir, dan satu makam kuno berukuran besar yang diduga adalah milik tokoh masyarakat asli yang masih menganut animisme.
Salah satu di antaranya adalah kubur Imam Syawal yang dipercaya sebagai imam pertama Kerajaan Loloda.Dalam catatan sejarah, Imam Syawal disebutkan sebagai imam pertama saat Loloda menjadi daerah distrik yang dikuasai oleh Hindia-Belanda.
Makam Imam Syawal berbentuk jirat dengan susunan batu dan bernisan menhir, tapi kondisi nisan menunjukkan sudah diperbaharui, sehingga menghilangkan nilai kekunoannya.
Dia menambahkan berdasarkan beberapa catatan sejarah yang ada, Loloda telah menjadi pusat peradaban Islam sejak abad 17 Masehi. Islam dinyatakan masuk di sana pada 1656.
Tulisan Chr. F. van Fraassen yang berjudul "Types of Socio Political Structure in North-Halmahera History" pada 1979, mencatat pada abad ke-17, Loloda telah menjadi pusat perkampungan kaum muslim.
Satu sumber lain menyebutkan, bahwa proses Islamisasi di Loloda berasal dari salah satu penyiar Islam bernama Syekh Manyur. Ia menyiarkan Islam di Ternate, dan "Halmahera muka" yang bisa jadi adalah Loloda.
Menyangkut nama Syekh Manyur yang dipercaya berasal dari Bagdad, Irak, makamnya ditemukan oleh Balai Arkeologi Maluku di pedalaman Kao, Halmahera Utara, dalam penelitian yang dilakukan tahun lalu.
"Tradisi tutur masyarakat Loloda yang sekarang tentang silsilah pemimpin-pemimpin Loloda, menunjukkan nama dan gelar mereka identik dengan Islam," ujar Wuri.
Advertisement