Industri Manufaktur Kecil Terpuruk, Pemerintah Harus Turun Tangan

Kendala utama di industri mikro dan kecil adalah permodalan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Agu 2017, 18:00 WIB
Pekerja sedang menyelesaikan proses pembuatan alat kesehatan di UKM Nuri Teknik, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (30/11). UKM ini memfokuskan usahanya dalam pembuatan alat-alat kedokteran dan rumah sakit serta manufaktur umum. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil di kuartal II-2017 sebesar 2,5 persen. Realisasi ini anjlok dari capaian pertumbuhan di kuartal I-2017 sebesar 6,63 persen dan lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu sebesar 6,56 persen.

"Ini agak tidak biasa ya. Biasanya industri mikro dan kecil lebih tinggi di kuartal I," kata Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk di kantornya, Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Menurut Kecuk, industri mikro dan kecil kerap menemukan kendala dalam menjalani usaha. Tak heran apabila industri pada skala tersebut gampang untuk tutut alias gulung tikar.

"Industri mikro dan kecil buka dan tutupnya gampang sekali. Namanya industri rumah tangga, di bawah 19 orang pekerja. Buka, lalu tutup, dan susah memonitornya," terangnya.

Kendala utama di industri mikro dan kecil, menurut Suhariyanto, pertama masalah permodalan. Pemerintah harus lebih berpihak pada industri tersebut dengan memberikan bantuan supaya usaha lebih tumbuh dan berkembang.

"Kendala lain dari sisi pemasaran. Banyak industri mikro dan kecil yang bisa produksi, tapi pemasaran terbatas. Saya pikir, pemerintah perlu membantu karena perlu ada keberpihakan pemerintah ke sana," tutur Suhariyanto.

Adapun jenis-jenis industri manufaktur mikro dan kecil yang mengalami penurunan produksi kuartal II-2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meliputi:

- Industri barang galian bukan logam turun 3,61 persen
- Industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer turun 6,68 persen
- Industri peralatan listrik turun 7,21 persen
- Industri jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan turun 7,96 persen
- Industri pengolahan tembakau anjlok 14,32 persen.

Sementara industri manufaktur mikro dan kecil yang mengalami kenaikan tertinggi kuartal II-2017 dibandingkan kuartal II-2016 adalah:

- Industri komputer, barang elektronik dan optik tumbuh 35,43 persen
- Industri kertas, dan barang dari kertas tumbuh 23,37 persen
- Industri mesin dan perlengkapan YTDL 22,26 persen
- Industri makanan 5,82 persen
- Industri pakaian tumbuh 4,10 persen.

Sebanyak delapan provinsi di Indonesia mencatatkan penurunan pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil, yakni Kalimantan Timur kontraksi 12,89 persen, Nusa Tenggara Barat turun 12,72 persen, Sulawesi Selatan turun 11,23 persen.

Juga ada Papua Barat turun 5,31 persen, Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing turun 4,27 persen dan 3,38 persen, serta Sumatera Barat dan Kalimantan Barat masing-masing turun 1,66 persen dan 0,19 persen.

Sedangkan delapan provinsi yang mendulang pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil secara positif di kuartal II (year on year), antara lain Kalimantan Utara 34,51 persen, Nusa Tenggara Timur 29,89 persen, Papua 25,68 persen, Banten 24,70 persen, Aceh 20,20 persen, Kalimantan Selatan 19,84 persen, DKI Jakarta 18,48 persen, dan Sulawesi Barat 16,92 persen.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya