Utamakan Privasi, Bos Telegram Tegaskan Tak Bakal Buka Enkripsi

Telegram tak akan pernah membuka akses enkripsi di dalam aplikasi ke pihak lain, termasuk pemerintah di sebuah negara

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 01 Agu 2017, 18:23 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara berjabat tangan dengan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Keduanya menggelar pertemuan yang berlangsung tertutup. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Sebagai salah satu layanan aplikasi chatting populer, Telegram memang dikenal sangat mengunggulkan fitur keamanan. Layanan olah pesan ini mengandalkan fitur end-to-end encryption yang dikembangkan secara mandiri untuk menjamin keamanan.

Atas pertimbangan itu pula, Telegram memastikan tak akan memberi akses enkripsi tersebut ke pihak lain, termasuk pemerintah. Namun di balik keamanan yang ditawarkan, sejumlah studi menemukan ternyata layanan ini kerap menjadi sarana komunikasi pelaku teror.

Lantas, apakah Telegram akan membuka kemungkinan pihak lain mengakses enkripsi percakapan di layanannya? Menanggapi hal tersebut, CEO dan Founder Telegram, Pavel Durov menuturkan pihaknya tak akan pernah membuka akses enkripsi ke pihak lain, termasuk pemerintah di sebuah negara.

Menurutnya, enkripsi merupakan inti dari layanan Telegram. Karenanya, Durov memastikan tak akan pernah membuka diskusi mengenai kemungkinan akses terhadap percakapan pribadi antar pengguna layanannya.

"Telegram tak akan pernah memberi kunci enkripsi percakapannya ke pihak lain. Untuk itu, bentuk pemblokiran hanya dilakukan pada public channel yang menjadi jejaring sosial dari Telegram," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/8/2017). Sementara percakapan pribadi dipastikan tetap aman.

Terlebih, menurut Durov, masalah terbesar yang dari konten negatif seperti terorisme lebih banyak berasal dari public channel, karena metode itu kerap digunakan untuk mencari anggota baru. Selain itu, sangat mustahil untuk memecahkan enkripsi dari seluruh percakapan yang dilakukan secara pribadi.

Sebagai informasi, kedatangan Durov ke Indonesia merupakan tindak lanjut dari pemblokiran situs web Telegram oleh Kemkominfo. Durov sendiri telah melakukan pertemuan tertutup dengan Kemkominfo. Hasilnya, Kemkominfo akan menormalisasi situs web Telegram dalam waktu dekat.

Telegram juga akan membuat channel khusus untuk sarana komunikasi Kemkominfo dan tim internal layanan chatting tersebut. Harapannya, channel ini dapat mempercepat reaksi Telegram terhadap pelaporan dari Kemkominfo.

(Dam/Ysl)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya