Telegram Belum Ada Rencana Buka Kantor di Indonesia

Menurut Menkominfo Rudiantara, Telegram mirip dengan organisasi nonprofit yang tak mendulang iklan selama beroperasi di Indonesia.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 02 Agu 2017, 10:25 WIB
Menkominfo Rudiantara menerima kunjungan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Pertemuan Menkominfo dengan Durov untuk menindaklanjuti pemblokiran Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu isu yang mengemuka saat pemblokiran akses situs web Telegram adalah permintaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) agar layanan tersebut memiliki perwakilan di Indonesia. Permintaan itu merupakan salah satu poin dalam Standard Operating Procedure (SOP) soal penanganan konten negatif di Telegram yang diajukan pemerintah.

Terkait hal tersebut, CEO dan founder Telegram, Pavel Durov, menyebut pihaknya belum memiliki rencana untuk mendirikan kantor perwakilan di Indonesia. Hal itu diungkapkan Durov saat konferensi pers di kantor Kemkominfo, Jakarta, Selasa (1/8/2017), kemarin. Kendati demikian, ia menyebut Telegram telah memiliki perwakilan di Indonesia.

"Untuk membuka kantor di Jakarta, kami belum memutuskannya. Namun, kami sudah memiliki perwakilan di sini," ujarnya. Ditemui secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya memang tak memaksa Telegram memiliki kantor di Indonesia. Alasannya, layanan tersebut berbeda dari layanan lain yang mencari iklan.

"Telegram sendiri kan mirip organisasi nonprofit, berbeda dari layanan lain yang mencari iklan. Jadi, perlakuannya juga berbeda," ujarnya saat ditemui di kantor Kemkominfo. Terlebih, menurut Rudiantara, komunikasi yang terjalin antara pihaknya dan Telegram sekarang sudah dapat dilakukan secara langsung.

Sekadar informasi, Durov memang menuturkan pihaknya akan membuat sebuah channel khusus sebagai sarana komunikasi Kemkominfo dengan tim internal Telegram. Hal itu dilakukan agar pihaknya dapat segera menindaklanjuti laporan dari Kemkominfo terkait channel yang digunakan sebagai sarana propaganda terorisme.

"Lewat channel ini, kami dapat lebih cepat merespons laporan dari Kemkominfo terkait kanal-kanal yang menjadi sarana propaganda terorisme. Proses penutupan pun dapat dilakukan sesegera mungkin dan lebih akurat. Kami juga telah memiliki anggota tim berbahasa Indonesia," ujar Durov menjelaskan.

Setelah pembahasan tersebut, pihak Kemkominfo sendiri berencana untuk segera menormalisasi situs web Telegram yang sebelumnya diblokir. Kepastian ini diketahui langsung dari Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan.

"Peraturan dari kami (Kemenkominfo), kalau memang sudah ada indikasi untuk menghadirkan solusinya, kami bisa membuka layanannya lebih cepat. Kalau bisa minggu ini. Kita masih cari tanggal baiknya," ujarnya menjelaskan.

(Dam/Ysl)

Tonton Video Menarik Berikut ini: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya