Liputan6.com, Phnom Penh - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengkritik sejumlah individu pengguna media sosial internet yang terafiliasi dengan kubu oposisi pemerintah. Kritik itu ia lontarkan setelah para netizen tersebut menyebarkan kabar seputar penyakit yang diderita dan kematian sang perdana menteri.
Perdana Menteri Hun Sen sebenarnya sempat dirawat di rumah sakit pada Mei lalu. Dan netizen memanfaatkan momentum itu untuk menyebarkan rumor mengenai kesehatan sang PM yang kian memburuk.
Masyarakat dunia maya juga menyebar isapan jempol yang menyebut bahwa PM Hun Sen telah tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat.
Merespons terpaan kabar itu, sang PM membantah semua rumor yang beredar. Pria berusia 64 tahun itu juga menyebut bahwa informasi tersebut merupakan 'berita bohong'. Demikian seperti yang dilansir dari Asian Correspondent, Rabu (2/8/2017).
Baca Juga
Advertisement
"Jika kalian mendoakan Hun Sen meninggal, kalian akan berada diterpa musibah, pemakaman untuk Anda semua. Pesan itu saya imbau kepada partai oposisi dan para simpatisannya, bahwa musibah bisa terjadi pada Anda," kata PM Hun Sen seperti yang dikutip oleh Phnom Penh Post.
Pemerintah Kamboja yang dipimpin oleh rezim PM Hun Sen telah banyak dikritik atas sejumlah ancaman kekerasan yang ditebar kepada kelompok oposisi Cambodian National Rescue Party (CNRP).
Kelompok oposisi berusaha untuk menggoyang rezim Hun Sen --yang didukung oleh Cambodian People’s Party (CPP). Mereka menganggap rezim tersebut bertendensi melakukan penyalahgunaan kekuasaan, diktator, hingga otoriter.
Perdana Menteri Hun Sen telah berkuasa selama tiga dekade, menjadikannya salah satu pemimpin negara dengan periode jabatan terpanjang di dunia. Pada bulan Mei, dia mengancam akan terjadinya 'perang saudara' jika CPP tidak terus 'memenangkan setiap pemilu yang ada.'
Wakil Perdana Menteri Tea Banh kemudian menyatakan bahwa dia akan 'menghancurkan' para pendukung dan simpatisan kubu oposisi jika demonstrasi meletus setelah pasca-pemilihan lokal di negara tersebut.
"Saya akan mematahkan gigi dan tidak akan mentolerir omong kosong apapun karena kita sudah membuang banyak waktu untuk mereka," kata Wakil PM Tea Banh.
Pemerintah baru-baru ini mencabut larangan terhadap mantan pemimpin CNRP Sam Rainsy untuk memasuki negara tersebut setelah ia dianggap mencemarkan nama baik PM Hun Sen.
Pada pemilu Juni lalu, CNRP hanya memperoleh 46 persen suara, jika dibandingkan CPP yang berhasil mendulang 51 persen. Pesta 'demokrasi' itu telah banyak dikritik oleh sejumlah lembaga pemantau, seperti Human Rights Watch salah satunya, yang menyebut pemilu lalu tidak berjalan 'jujur dan adil'.
Dan pada Juli lalu, rezim Hun Sen melakukan revisi undang-undang pemilihan menjelang pemilihan nasional 2018. Langkah itu dilihat oleh banyak orang sebagai upaya untuk semakin membatasi sepak terjang oposisi.
Saksikan juga video berikut ini