Liputan6.com, Jakarta - Aktivitas Jakarta International Container Terminal (JICT) lumpuh total. Kelumpuhan tersebut akibat 95 persen pekerja dari pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia melakukan aksi mogok.
Tak ada deru mesin-mesin alat berat crane dan laju truk yang berseliweran membawa kontainer. Bahkan tak ada pergerakan manusia di pelabuhan yang menangani hampir 70 persen ekspor impor di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) ini.
Sekretaris Jendral Serikat Pekerja (SP) JICT M Firmansyah menjelaskan, para pekerja JICT mogok karena menolak langkah pemegang saham JICT untuk memperpanjang kontrak ke Hutchison Port Holdings (HPH).
Baca Juga
Advertisement
sesuai dengan hasil audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 yang menemukan bahwa perpanjangan JICT berlangsung tanpa persetujuan pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan (Menhub).
Menurut laporan BPK, negara juga rugi US$ 50 juta atau sekitar Rp 650 miliar akibat tidak optimalnya uang muka perpanjangan Hutchison. Selain itu, saham Pelindo II belum mayoritas (51 persen) sebagaimana dipersyaratkan Menteri BUMN jika ingin melakukan perpanjangan kontrak JICT.
Hutchison pun diuntungkan dengan membeli murah JICT sebesar US$ 215 juta dan Koja senilai US$ 50 juta tanpa valuasi yang notabene memiliki pangsa pasar 70 persen di Tanjung Priok.
Padahal, Pelabuhan Priok adalah captive market dan 90 persen barang masuk Indonesia untuk dipakai di dalam negeri. Melihat pada ini, keberadaan Hutchison dinilai tak mempenngaruhi pasar di Priok.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: