Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri, menyayangkan aksi pembakaran terduga pencuri amflifier di Bekasi, Selasa 1 Agustus 2017 kemarin.
Dia berpendapat, aksi brutal warga di Pasar Muara, Bekasi itu dikarenakan tidak hadirnya hukum di tengah masyarakat. Artinya, penegakan hukum tidak mampu memenuhi prinsip keadilan.
Advertisement
"Masyarakat lantas menciptakan hukum dan menjadi aparat penegak hukum. Namun, dengan cara yang bertentangan dengan hukum itu sendiri," kata Reza kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2017).
Aksi vigilantisme atau main hakim sendiri itu, menurut Reza, terjadi karena rasio jumlah polisi dengan masyarakat yang harus dilayani, tidak proporsional. Idealnya, 1 polisi melayani 300 hingga 400 orang. Sementara berdasarkan data Mabes Polri, perbandingan saat ini masih berada di angka 1 berbanding 750.
Reza menambahkan, apa pun status korban pembakaran hidup-hidup di Bekasi, dia tidak seharusnya dikeroyok sampai meninggal. Apalagi saat ini, istri korban tengah hamil 6 bulan dan memiliki anak balita.
"Apa pun status orang yang dibakar tersebut, faktanya dalam waktu dekat akan ada anak yatim yang lahir ke muka bumi," sebut Reza.
Reza pun menghimbau negara untuk memperhatikan nasib keluarga korban dan calon anaknya yang akan lahir dalam waktu dekat. Itu karena, UUD 1945 mengamanatkan, fakir miskin dan anak terlantar harus dipelihara oleh negara. Selain itu, kitab suci umat Islam, Alqur'an, juga mengajarkan agar anak yatim selalu dimuliakan.
"Anggaplah mereka sangat peduli pada amplifier yang hilang dari masjid. Sekarang, akankah mereka juga peduli pada anak yang kehilangan ayahnya? Semoga Allah muliakan anak itu," harap Reza.
Jajaran Polres Bekasi, berjanji akan mengusut tuntas kasus pembakaran hidup-hidup terduga pencuri amflifier itu. Hingga saat ini, polisi telah memeriksa 7 saksi dan telah mengidentifikasi para pelaku.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: