Liputan6.com, Jakarta - Produsen jamu nyonya meneer menjadi sorotan. Pengadilan Negeri Semarang menyatakan pailit kepada produsen jamu yang sudah berdiri sejak 1919 tersebut.
Produsen jamu ini identik dengan kemasan jamu dengan foto wanita berkonde. Wanita tersebut juga yang membangun jamu nyonya meneer. Berkat tangan dingin meracik ramuan jamu, Lauw Ping Nio yang merupakan keturunan dari pasangan Tionghoa-Jawa mengubah tanaman biasa menjadi obat tradisional penyembuh rasa sakit.
Advertisement
Mengutip laman njonjameneer.com, Jumat (4/8/2017), wanita kelahiran Sidoarjo, Jawa Timur pada 1895 ini pada awalnya meracik jamu untuk obat suaminya. Hal itu di tengah keterbatasan dan keprihatinan masa pendudukan Belanda di awal 1900-an.
Racikan aneka tumbuhan dan rempah yang diminum suaminya ternyata mujarab, padahal berbagai pengobatan tidak mampu memulihkan kondisi sang suami tercinta.
Para kerabat dekat di Semarang pun segera mencium tangan dingin Nyonya Meneer untuk meracik jamu. Sosoknya yang peduli pada orang sekitar dengan senang hati meracik untuk mereka sakit demam, sakit kepala, masuk angin dan terserang berbagai penyakit ringan lainnya. Sebagian besar yang mencoba racikan jamu itu puas.
Lalu bagaimana asal mula nama nyonya meneer yang ikonis tersebut?
Mengutip dari berbagai sumber, yakni buku Family Business: A Case Study of Nyonya Meneer, One of Indonesia’s Most Successful Traditional Medicine Companies, sejak kecil Lauw Ping Nio telah dikenal dengan panggilan Nonie Menir yang ditulis dengan ejaan Belanda "Meneer". Awal lahirnya nama Meneer itu cukup sederhana, dan bukan lantaran dia keturunan Belanda.
Ketika Lauw Ping Nio atau Nyonya Meneer di dalam kandungan, ibunya gemar memakan butiran-butiran halus sisa tumbukan padi yang dalam bahasa Jawa disebut Menir. Sang ibu pun lebih memilih memanggil Lauw Ping Nio dengan sebutan Meneer.
Didikan sang ibu pula yang mengantarkan Meneer memperoleh pendidikan dan berbagai keterampilan rumah tangga. Wanita yang akrab disapa Nonie Meneer ini rajin merawat tanaman berkhasiat dan menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya.
Hal itu tak sia-sia. Meneer tumbuh sebagai orang disiplin dan kreatif. Berkat kecantikan dan sikap Meneer, membuat kepincut hati pemuda asal Semarang berdarah Tionghoa, Ong Bian Wan.
Pemuda yang berprofesi sebagai pedagang itu, pun tanpa ragu melamar Meneer yang saat itu masih berusia 17 tahun. Usai menikah, Nonie pun mendapatkan panggilan baru Nyonya Meneer.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Awal Mula Bangun Usaha Jamu
Awal Mula Bangun Usaha Jamu
Dalam situs njonjameneer, tertulis keterbatasan bisa menjadi motivasi, keprihatinan dapat memacu kreativitas. Pengalaman hidup Nyonya Meneer menjadi contoh.
Di tengah kesulitan saat masa pendudukan Belanda, suami Nyonya Meneer alami sakit perut parah. Ketika itu sejumlah dokter datang untuk obati, tetapi tak ada satu pun berhasil menyembuhkan penyakit suami tercintanya itu.
Ia pun pantang menyerah. Berkat pengetahuannya meracik aneka tumbuhan dan rempah, ia membuat ramuan untuk diminum suaminya. Alhasil, jamu pertamanya itu pun berhasil mengobati penyakit suaminya.
Ia pun menjadi lebih bersemangat untuk melatih kemampuannya dalam meramu obat tradisional, terutama herbal warisan orangtuanya. Ia juga membantu menyembuhkan sejumlah penyakit yang diderita warga sekitar.
Advertisement
Bangun Bisnis Jamu Terbesar
Bangun bisnis jamu terbesar di Indonesia
Berawal dari niat menolong sesama, Nyonya Meneer mengubahnya menjadi bisnis. Pada awal bisnisnya, dia mengantarkan sendiri jamu racikannya ke rumah-rumah konsumen. Jamunya pun semakin terkenal.
Bisnis jamu Nyonya Meneer berkembang menjadi industri rumahan berskala kecil. Ia menambah pegawai karena tak sanggup melayani berbagai pesanan sendirian. Jumlah pesanan semakin banyak mendorong Nyonya Meneer nyaris enggan keluar dari ruang raciknya. Ketika itu, ia hanya berbekal perabotan biasa dan resep warisan orangtua.
Nyonya Meneer mendirikan perusahaan di Semarang bernama "Jamu Jawa Asli Cap Potret Nyonya Mener" pada 1919. Bisnisnya pun semakin berkembang ke berbagai kota di Indonesia, serta menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia.
Memakai Foto di Kemasan Jamu
Memakai foto di kemasan jamu
Semakin banyak yang merasakan khasiat jamu racikan Nyonya Meneer, semakin banyak pula permintaan kepadanya untuk mengantarkan sendiri jamu yang belakangan mulai dikemasnya itu.
Kesibukan Nyonya Meneer di dapur tidak memungkinkan untuk memenuhi permintaan itu. Dengan berat hati, ia meminta maaf. Sebagai gantinya, ia mencantumkan fotonya pada kemasan jamu buatannya.
Penggunaan potret di merek produk zaman dulu merupakan tindakan yang lazim dilakukan para pelaku usaha.
Kemasan produk hasil racikan keturunan Tionghoa memang sering pakai potret pendirinya sebagai jaminan kalau produknya memang berkualitas. Tak ada yang keberatan, tak ada pula yang menduga, di kemudian hari, jamu dengan potret seorang wanita ini melegenda.
Advertisement
Menikah 2 Kali
Suami meninggal ketika hamil anak ke-4
Semasa hidupnya, Nyonya Meneer menikah sebanyak dua kali. Dari pernikahan pertamanya dengan Ong, dia dianugerahi empat anak, yaitu Nonnie, Hans Ramana, Lucy Saerang, dan Marie Kalalo. Malang nasib Nyonya Meneer, saat tengah mengandung anak keempatnya, ajal menjemput sang suami.
Meneer pun menikah kembali dan melahirkan anak laki-laki bernama Hans Pangemanan dari suami keduanya itu.
Anak-anaknya sejak kecil sudah terlibat mengelola salah satu perusahaan herbal di Indonesia tersebut, karena semua menyadari hidupnya tergantung pada bisnis keluarga yang satu ini.
Jika bisnisnya gagal, maka keluarganya pun tak akan bertahan hidup. Maka semua anak-anaknya berkomitmen untuk melakukan yang terbaik untuk keluarga dan perusahaan jamu sang ibu.
Komitmennya semakin kuat saat anak-anak Nyonya Meneer menyadari bahwa salah satu darinya akan menjadi mewarisi bisnis besar tersebut. Sayangnya, pada periode 1989-1994 bisnis keluarga tersebut dihantam prahara internal yang sempat membuat perusahaan Nyonya Meneer goyah.
Namun, setelah masalah tersebut selesai, bisnis pun kembali lancar, bahkan berhasil merambah dunia internasional.
Museum Jamu dan Taman Djamoe Indonesia
Museum jamu
Kesuksesan Nyonya Meneer lantas mendapatkan pengakuan. Pada 1984, Ibu Tien Soeharto memberikan penghargaan kepada wanita tersebut dengan mendirikan Museum Jamu Nyonya Meneer.
Museum tersebut berlokasi di Jalan Raya Kaligawe Km 4, Semarang. Saat itu, sosok Nyonya Meneer dianggap sebagai salah satu tokoh terpopuler di Tanar Air karena telah melestarikan jamu sebagai minuman asli dari Indonesia.
Di dalam museum, Anda bisa melihat berbagai bahan racikan jamu, dan sejumlah patung wanita yang tengah berdiri menumbuk racikan jamu. Berbagai koleksi dan foto pribadi Nyonya Meneer pun ditata rapi di museum jamu tersebut.
Taman Djamoe Indonesia
Nyonya Meneer sangat peduli dengan kelestarian aneka jenis tanaman jamu Indonesia. Dibangunlah Taman Djamoe Indonesia.
Berawal dari koleksi tanaman pribadi beliau, yakni Laos (Alpinia Galango), Salam (Eugeniapolyantha Wight), dan Sereh (Andropogoncitratus), terciptalah ide cemerlang untuk mengembangkan menjadi sebuah taman.
Di tangan Charles Saerang, generasi ketiga nyonya Meneer, taman seluas 3 hektare ini dibangun dan dirancang kembali dengan begitu cantiknya hingga pemandangan alam penuh pesona.
Letak geografis Taman Djamoe Indonesia yang berdekatan dengan Gunung Ungaran, menciptakan perpaduan alam yang mempesona, dan menjadi ruang bertumpunya semilir angin dari pegunungan sehingga terasa sejuk dan segar.
Lahan taman seluas 3 hektare ini diisi lebih dari 600 spesies tanaman jamu yang di dalamnya terdapat tanaman masuk dalam kategori genting, rawan dan jarang. Seluruhnya ditata dengan nilai estetika yang tinggi untuk membawa setiap pengunjung pada sebuah perjalanan yang unik dan menarik. (Siska Amelie F. Deil)
Advertisement