Abdulrachman Saleh, Bapak Ilmu Faal Indonesia

Abdulrachman Saleh tak hanya dikenal sebagai dokter saja, ia juga ahli di dunia dirgantara Indonesia.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 07 Agu 2017, 07:00 WIB
Sosok Abdulrachman Saleh tak hanya dikenal sebagai dokter, ia juga ahli di dunia penerbangan. (Foto: TNI Angkatan Udara RI)

Liputan6.com, Jakarta Seri tulisan Dokter Pejuang Kemerdekaan, pada edisi kali ini Health-Liputan6.com akan membahas tokoh pejuang Abdulrachman Saleh.

Pengabdian Abdulrachman Saleh tak hanya dalam bidang kedokteran saja, dia juga menggeluti dunia kedirgantaraan Indonesia. Pria kelahiran Jakarta, 1 Juli 1909 gugur saat menjalankan tugas membawa bantuan obat-obatan dari India pada tahun 1947. Peristiwa ini terjadi karena Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I--Agresi Militer Belanda I sudah dilakukan sejak 21 Juli 1947.

Pada waktu itu, Indonesia sudah mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tapi Belanda belum mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia. Walaupun sudah dilakukan perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dan Belanda pada 10 November 1946 terkait memperjuangkan wilayah Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda. Rupanya Belanda masih ingin menjajah Indonesia, ditulis dari laman Pahlawan Center.

Belanda berupaya memblokade wilayah daratan Indonesia, baik di darat, laut, dan udara. Upaya blokade Belanda gagal. Pasukan Angkatan Udara RI berhasi menerobos blokade dan mengebom instalasi militer Belanda di Semarang, Ambarawa dan Salatiga.

Akibat pengeboman tersebut, Belanda menjadi berang. Sebagai pelampiasan, Belanda menyasarkan tembakan ke pesawat terbang Dakota VTCLA milik seorang pengusaha India bernama Patnaik pada 29 Juli 1947.

Di dalam pesawat Dakota, Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Angkatan Udara Adisutjipto, dan beberapa penumpang berkebangsaan Inggris, Australia, India sedang membawa obat-obatan dari Palang Merah India untuk Palang Merah Indonesia.

Dakota sedang bersiap mendarat di Maguwo, Yogyakarta. Tembakan beruntun dari pesawat P-40 Kitty-Hawk milik Belanda mengarah langsung ke Dakota. Pesawat sempat terguncang dan gagal mendarat.

Badan pesawat terbelah dua dan terbakar kemudian jatuh di area persawahan. Seluruh penumpang dan awak pesawat, termasuk Abdulrachman Saleh tewas. Ia dimakamkan di Taman Makam Pekuncen, Yogyakarta.


Bapak Ilmu Faal Indonesia

Gugur saat membawa bantuan obat-obatan dari India, Indonesia mengenang Abdulrachman Saleh sebagai sosok yang punya pengaruh luar biasa. Latar belakang keluarga yang sebagian besar berprofesi dokter membuat Abdulrachman ikut menempuh pendidikan kedokteran.

Ia sempat menjalankan pendidikan kedokterannya di School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Karena STOVIA dibubarkan oleh Pemerintah Belanda sebelum ia lulus, pendidikan kedokteran ditempuhnya di sekolah tinggi bidang kesehatan Geneeskundige Hoge School (GHS) di Jakarta.

Dari buku Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara, yang ditulis Gamal Komandoko, Abdulrachman meraih gelar dokter di GHS. Dia mendalami ilmu kedokteran berupa ilmu fisiologi (faal) kedokteran. Ilmu faal merupakan ilmu yang mempelajari fungsi organ dan sistem organ pada tubuh manusia, yang berkaitan dengan perilaku manusia.

Pada masa itu, ilmu faal belum begitu populer dan hanya segelintir orang yang mendalaminya. Ketekunan mendalami ilmu faal membuat Abdulrachman dilirik Pemerintah Indonesia. Dia ditetapkan sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958.


Mendapat julukan 'Karbol'

Rasa ingin tahu yang besar membuat Abdulrachman dijuluki "Karbol." Panggilan ini diperolehnya dari seorang dosen Belanda, yang sering memanggil Abdulrachman dengan sebutan “Krullebol” (si keriting yang cerdas). Teman-teman Abdulrachman mengubah sebutan“Krullebol” menjadi “Karbol.”

Kecerdasan yang dimiliki Abdulrachman juga tampak tatkala dirinya masuk ke Angkatan Udara. Ia mahir menerbangkan pesawat. Tak hanya itu, Abdulrachman juga ahli memperbaiki mesin pesawat yang rusak. Banyak pesawat warisan Jepang yang sudah berusia tua berhasil diperbaiki olehnya.

Dia juga diangkat sebagai Komandan Pangkalan Udara Madiun tahun 1946, dari buku Nama dan Kisah Pahlawan Indonesia, yang ditulis Angga Priatna, Aditya Fauzan Hakim. Selama menjabat sebagai komandan, Abdulrachman melatih ilmu dirgantara bagi para kader Angkatan Udara RI.

Kesibukan sebagai komandan tak menjadikan dirinya lupa diri dari bidang kedokteran. Dia tetap mengajar ilmu kedokteran di Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.


Perintis RRI

Sebelum memasuki dunia penerbangan, sosok Abdulrachman Saleh memiliki peran dalam Proklamasi Kemerdekan RI. Dialah yang menyiapkan pemancar untuk menyiarkan pemberitaan kemerdekaan RI ke seluruh penjuru Tanah Air dan luar negeri.

Pemancar yang dikenal dengan nama Siaran Radio Indonesia Merdeka dipersiapkannya saat masa penjajahan Jepang. Tak hanya pemberitaan kemerdekaan RI saja, kondisi dan situasi Indonesia pada masa itu disiarkan secara jelas.

Abdulrachman pun aktif di dunia radio. Dia memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), yang bergerak dalam bidang radio. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, dia merintis didirikannya Radio Republik Indonesia (RRI).

RRI resmi berdiri dan mengudara pada 11 September 1945.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya