Liputan6.com, Jakarta - Pada era Perang Dingin, Uni Soviet dan Amerika Serikat kerap melakukan operasi intelijen dan spionase. Sejumlah agen disebar di berbagai tempat di penjuru Negeri Beruang Merah dan Negeri Paman Sam maupun negara sekutu keduanya.
Aktivitas itu bahkan dilaporkan telah berakar sejak pengujung Perang Dunia II. Tujuan para intel AS dan Soviet itu beragam, mulai dari mendulang informasi rahasia hingga menanamkan pengaruh propaganda demi kepentingan politik bagi Moskow atau Washington.
Baca Juga
Advertisement
Dalam sebuah wawancara, mantan kepala badan intelijen Uni Soviet Leonid Shebarshin menyatakan, "keberuntungan kami hanya akan diketahui setelah kami berhasil melewati kekalahan besar. Dan kesukesan kami hanya akan diketahui paling cepat 50 tahun setelahnya".
Dalam artikel kali ini, Liputan6.com mengupas 3 operasi penyadapan intelijen dan spionase rahasia Uni Soviet --yang diklaim tersukses-- terhadap Amerika Serikat beserta koalisinya, seperti yang dirangkum dari RBTH Indonesia, Minggu (6/8/2017).
1. Penyadapan Presiden Roosevelt di Iran
Sesaat sebelum tiga pemimpin Sekutu menggelar Konferensi Teheran pada 1943 untuk membicarakan Perang Dunia 2, intelijen Soviet berhasil menguak rencana Nazi Jerman untuk menyerang para politisi yang dijuluki The Big Three pada perhelatan itu. Ketiganya adalah Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin, Presiden Amerika Serikat Franklin Roosevelt, dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.
Sebuah tim yang dipimpin oleh mata-mata Soviet Gevork Vartanian berhasil mengidentifikasi markas para Nazi di Iran. Hasilnya, lebih dari 400 agen mata-mata Reich Ketiga Jerman ditangkap beberapa hari sebelum pertemuan tersebut digelar.
Untuk alasan keamanan, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt yang telah tiba di Teheran memilih berlindung di Kedutaan Uni Soviet, meski sebenarnya Kedutaan Inggris terletak tepat di seberang jalan.
Kolonel KGB Oleg Gordievsky, menjelaskan bahwa Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri Uni Soviet (NKVD) merupakan dalang di balik aksi Roosevelt berlindung di Kedutaan Negeri Tirai Besi. NKVD ingin agar Roosevelt datang ke Kedutaan Soviet, supaya intelijen mereka mampu menyadap percakapan presiden AS tersebut.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang telah terungkap, pilihan Presiden Roosevelt untuk berlindung di Kedutaan Soviet ketimbang Inggris ternyata juga didasari atas pertimbangan intelijen.
Menurut dokumen rahasia yang dibuka pada tahun 2000, ada indikasi bahwa Roosevelt mungkin memilih Kedutaan Uni Soviet untuk mencegah Stalin berpikir negatif terkait upaya konspirasi Amerika Serikat dan Inggris terhadap Negeri Tirai Besi.
Sebagai politikus yang berpengalaman, Roosevelt mungkin juga sadar bahwa baik Inggris maupun Soviet sama-sama ingin menyadap dirinya. Namun, hingga akhir hayatnya, Roosevelt tak mau berkomentar banyak mengenai peristiwa tersebut.
Advertisement
2. Penyadapan Empat Duta Besar AS
Hubungan AS dan Soviet langsung memburuk setelah Perang Dunia II berakhir. Oleh karena itu, segala informasi mengenai pihak musuh menjadi sangat berharga bagi Moskow.
Intelijen Soviet dengan sigap menyusun strategi untuk memantau Kedutaan AS di Moskow. Dan salah satu trik yang digunakan pada kala itu berhasil meraih kesuksesan besar.
Uni Soviet menghadiahkan sebuah replika Segel Agung (Great Seal, lambang negara AS) untuk Kedutaan AS di Moskow. Pajangan tersebut sangat indah sehingga Duta Besar AS tak kuasa menolaknya.
Sang duta besar yang menerima hadiah itu kemudian menggantungkan Segel Agung tersebut di dinding kantornya.
Tanpa ia sadari, ‘hadiah’ tersebut telah terpasang sebuah ‘serangga’ elektrik, mikrofon yang diberi nama Chrysostom (atau Golden Mouth).
Chrysostom tak membutuhkan baterai. ‘Serangga’ ini hanya berupa alat beresonansi dengan dinding depan yang fleksibel seperti diafragma, yang akan mengubah dimensinya saat terkena gelombang suara. Benda tersebut dikendalikan oleh sinyal radio dari gedung yang terletak di seberang kedutaan.
Berkat Chrysostom, selama tujuh tahun pemerintah Soviet bisa mempelajari semua rencana duta besar, bahkan sebelum sampai ke meja presiden AS. Chrysostom bertahan selama masa bakti empat orang Duta Besar AS.
Pihak AS akhirnya menyadari kehadiran ‘serangga’ tersebut pada 1952, saat sinyal radio Chrysostom termodulasi dan menyebabkan gangguan transmisi komunikasi kedutaan.
3. 'Serangga' Penyadap Intelijen di Sekutu AS
Badan Intelijen Soviet (KGB) melakukan penyadapan terhadap para diplomat Prancis yang berdinas di Moskow sejak 1978. Penyadapan tersebut baru terkuak saat pihak kedutaan tengah memperbaiki teleprinter mereka pada Januari 1983.
Pada 1984, seorang teknisi dari intelejen Soviet memasang alat penyadap pada 30 mesin ketik baru yang dipesan oleh Kedutaan AS di Moskow. KGB juga memasang alat penyadap di gedung Kedutaan AS yang baru saat bangunan tersebut masih dalam tahap konstruksi pada 1979.
Beberapa elemen penyadapan terpasang di dalam struktur bangunan Kedutaan AS, sehingga sangat sulit untuk mendeteksi perangkat tersebut. Namun, AS berhasil menemukan beberapa ‘serangga’ yang terpasang di kedutaannya.
Belakangan, saat masa perestroika, mantan ketua KGB Vadim Bakatin membongkar keberadaan beberapa alat penyadap yang terpasang di kedutaan AS.
Soviet tidak membatasi penyadapan di wilayah Rusia saja. Agen Soviet di Beirut juga memasang mikrofon penyadap di Kedutaan Inggris pada Januari 1966. Sebulan kemudian, mereka memasang alat penyadap di markas Badan Intelijen Rahasia Inggris (Secret Intelligence Service).
Hasilnya, pada tahun itu intelijen Soviet berhasil mengidentifikasi lebih dari 50 agen SIS yang berada di Timur Tengah dan Mesir, serta menguak identitas enam orang mata-mata Inggris yang menyusup ke KGB, GRU, dan Dinas Security Service Ceko-Slovakia.
Pada akhir 1969, markas KGB di New York juga berhasil menyadap ruang konferensi Komite Senat AS untuk Hubungan Luar Negeri. Selama empat tahun, KGB dapat mendengarkan semua hal yang didiskusikan di sana.
Saksikan juga video berikut ini
Advertisement