Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sumber konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi 5,01 persen di kuartal II 2017 menurun.
Kondisi serupa juga terjadi pada konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat dibandingkan kuartal II-2016 karena salah satunya masyarakat golongan menengah atas lebih menahan belanja dan mengalihkan uangnya ke tabungan.
Kepala BPS, Suhariyanto, atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, konsumsi rumah tangga di kuartal II 2017 tumbuh 4,95 persen atau lebih lambat dari periode yang sama 2016 sebesar 5,07 persen. Namun dibanding kuartal I 2017 sebesar 4,94 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II ini naik tipis.
"Ini membuktikan daya beli masyarakat masih kuat karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga 4,95 persen. Semua komponen tumbuh tinggi, tidak ada yang negatif. Memang ada perlambatan dibanding kuartal II-2016," jelas Kecuk di kantornya, Jakarta, Senin (7/8/2017).
Baca Juga
Advertisement
Kecuk menuturkan, komponen yang mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II ini, antara lain makanan dan minuman, selain restoran tumbuh 5,24 persen atau melambat dibanding 5,26 persen di kuartal II 2016.
Pakaian, alas kaki, dan jasa perawakannya naik dari 3,35 persen menjadi 3,47 persen; perumahan dan perlengkapan rumah tangga tumbuh 4,12 persen atau melambat dari 4,72 persen di kuartal II tahun lalu.
Komponen lain dari kesehatan dan pendidikan tumbuh melambat dari 5,47 persen di kuartal II-2016 menjadi 5,40 persen di kuartal II-2017. Transportasi dan komunikasi dari 5,51 persen menjadi 5,32 persen; restoran dan hotel yang tumbuh lebih tinggi dari 5,48 persen menjadi 5,87 persen; dan lainnya tumbuh 2,05 persen atau melambat dari 2,58 persen di kuartal II tahun lalu.
"Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat karena ada pattern yang berbeda antara masyarakat kelas menengah ke atas dan kelompok masyarakat bawah," Kecuk menerangkan.
Kecuk lebih jauh mengatakan, 40 persen masyarakat ke bawah ada penurunan upah riil buruh bangunan dan buruh petani. Pemerintah perlu memperhatikan masyarakat kelas bawah supaya daya belinya kembali naik.
"Sedangkan perilaku masyarakat menengah ke atas justru menahan belanja. Ditunjukkan dengan pertumbuhan transaksi debit 9 persen atau melambat, transaksi kredit, sehingga mengindikasikan penahanan belanja," ujar dia.
Ia mengatakan, masyarakat kelas menengah ke atas lebih menahan belanja karena alasan mempertimbangkan faktor ekonomi dan kondisi politik.
"Mereka lebih baik nabung, dibelikan saham, berpikir hati-hati mencermati perekonomian global, contohnya kebijakan Amerika Serikat (AS) yang bikin kaget, serta kondisi politik yang tidak bagus," tutur Kecuk.
Sebagai contoh, penjualan mobil secara wholesale (penjualan sampai tingkat dealer) pada kuartal II 2017 mencapai 249.751 unit atau turun sebesar 12 persen q to q (quartal to quartal) dan 5,69 persen year on year. "Yang bisa beli mobil kalangan menengah ke atas. Mereka menahan belanja," ujar dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: