Liputan6.com, Jakarta Kasus pria dibakar hidup-hidup di Pasar Muara, Kabupaten Bekasi, Selasa, 1 Agustus 2017 lalu mulai menemukan titik terang. M Alzahra alias Joya (30), sang korban, dianiaya dan dibakar sekelompok massa atas tuduhan pencurian amplifier Musala Al Hidayah, Babelan, Kabupaten Bekasi.
Lantas, apa yang membuat massa atau tersangka berani untuk melakukan aksi keji ini?
Advertisement
Dari kacamata psikologis, Elizabeth Santosa mengatakan kasus pria dibakar hidup-hidup ini sudah melanggar kewenangan pihak berwajib.
"Ini jelas melanggar eksekusi yang harusnya dilakukan oleh pihak berwenang, kan negara ini dilandasi dengan hukum, ya jadi harus ditangkap pelakunya. Karena ini sudah termasuk pengambilan nyawa secara paksa," ujar Elizabeth saat dihubungi Health-Liputan6.com, Senin (7/8/2017).
Elizabeth berpendapat, keberanian yang besar dari massa atau pelaku yang berani main hakim sendiri pada kasus ini timbul karena dilakukan secara beramai-ramai.
"Kalau dari segi psikologi kriminolog, masyarakat merasa kuat dan membenarkan diri kalau dilakukan secara beramai-ramai. Ini biasanya masuk ke budaya kita yang disebut mob. Mereka (massa) berpikir kecil kemungkinannya untuk tertangkap," katanya.
Mob adalah sekelompok orang tanpa dukungan masyarakat yang dengan marah menyerang dan berusaha melukai atau merusak suatu objek tanpa mengindahkan norma sosial.
Para pelaku dalam kasus pria dibakar hidup-hidup ini harus diberikan hukuman, menurut Elizabeth. Jika dibiarkan, akan kembali terjadi di kemudian hari dan dikhawatirkan main hakim sendiri bisa menjadi budaya baru.