Warga Iran di Makassar Depresi, Apa yang Terjadi?

Warga Iran yang telah lima tahun tinggal di Makassar itu meminta pertolongan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 09 Agu 2017, 08:00 WIB
Sejumlah warga Iran yang di Makassar melayangkan protes. Foto: (Ahmad Yusran/Liputan6.com)

Liputan6.com, Makassar - Sebanyak 71 orang warga negara Iran mengaku depresi akibat diskriminasi dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan International Organization for Migration  (IOM), selaku lembaga yang bertanggung jawab kepada pengungsi. Warga Iran yang telah lima tahun tinggal di Makassar itu meminta pertolongan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Salah satu warga Iran, Sodef Mohseni, mengungkapkan, perlakuan tak adil itu menyangkut hak perpindahan bagi pengungsi. Mereka mengkritik, UNCHR dan IOM lebih menganakemaskan warga Afghanistan ketimbang warga Iran.

"Kami warga Iran melihat ada perlakuan tak adil oleh UNHCR dan IOM. Warga Afghanistan yang datang ke Makassar sejak 2014 tidak butuh waktu lama untuk diberangkatkan ke Australia," jelas Sode, Selasa (8/8/2017).

Menurutnya, warga Afghanistan mendapatkan status pengungsi lebih cepat ketimbang warga Iran. Sehingga, warga Afghanistan mendapat jatah lebih dulu untuk pindah ke Australia.

Padahal, baik UNHCR ataupun IOM adalah lembaga yang memastikan setiap pengungsi mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh perlindungan. Termasuk, pengaturan pemukiman kembali ke negara ketiga dengan melihat riwayat penentuan status pengungsi.

Sodef mengatakan, sejumlah warga Iran sudah depresi akibat perlakuan yang tidak adil oleh pihak UNHCR dan IOM. Mereka ingin pindah ke Australia lebih cepat karena di Indonesia mereka tak diperbolehkan bekerja.

“Sejatinya Indonesia hanya negara transit, jadi di sini kami tidak diperbolehkan mencari suaka. Tapi kami di sini sudah lima tahun, bahkan di antara kami sudah beranak-pinak,” ujarnya.

Data yang dihimpun Liputan6.com menyebutkan, total pengungsi dari Iran di Makassar berjumlah 71 orang. Mereka terdiri dari 20 orang anak-anak usia sekolah dasar dan orang dewasa.

Dalam kesehariannya, pengungsi tinggal di beberapa tempat seperti di wisma. Mereka mendapat biaya dari UNHCR sekitar Rp 1,2 juta per bulan untuk dewasa dan Rp 500 ribu untuk anak-anak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya