Liputan6.com, Jakarta - M Alzahra (30) memarkirkan sepeda motornya di depan musala Al-Hidayah, Pondok Cabang Empat, Babelan, Bekasi, Selasa, 1 Agustus 2017 lalu. Pria yang akrab disapa Joya itu berniat menunaikan ibadah salat Ashar.
Setelah mengambil air wudhu, Joya langsung masuk musala. Tak lama, dia keluar dan meninggalkan musala bercat biru muda itu dengan sepeda motornya.
Advertisement
Namun, seorang warga bernama Rojali (41) yang tinggal di depan musala mencurigai gerak-gerik Joya. Pasalnya, Joya masuk musala tanpa permisi. Lebih lagi, bapak anak satu itu tidak menutup rapat pintu musala setelah selesai salat. Namun, Rojali tidak berbuat apa-apa.
Selang beberapa saat, abang ipar Rojali yang bernama Haji Zainul mendatangi dia. Zainul menanyakan amplifier musala yang tidak ada di tempat biasa. Padahal, dia tengah membutuhkan amplifier itu untuk peringatan haul orang tuanya.
"Dia bilang ampli enggak ada. Saya bilang padahal masih ada saya pakai azan Ashar. Saya jalan kemudian masuk ke musala, betul ampli udah enggak ada. Saya lihat kok kabelnya juga putus," kata Rojali.
Sebelumnya, amplifier itu disimpan di ruang kecil berukuran 1x1 meter di bagian depan musala. Tepatnya, di sebelah kiri tempat imam kala salat berjamaah ditunaikan. Di situ, terdapat dua amplifier berwarna hitam dan lemari berdebu tempat penyimpanan sajadah serta karpet.
Mengetahui amplifier hilang, Rojali langsung mengambil sepeda motornya dan mengejar pria asing yang belakangan diketahui bernama Joya itu. Waktu itu, Joya baru sekitar 10 menit meninggalkan musala.
Rojali pun memanggil sejumlah pemuda yang kebetulan lewat untuk membantu mencari Joya. Akhirnya dia melihat Joya di dekat jembatan Pasar Muara yang berjarak 4 kilometer dari musala Al-Hidayah.
Seorang saksi mata menyebut, ada tiga pria yang meneriaki Joya dengan kata maling. Joya yang panik memilih melompat ke sungai di bawah jembatan.
Tapi Joya tak bisa berbuat banyak. Kondisi sungai yang berlumpur dan penuh sampah membuat pelarian dia tersendat. Di pinggir sungai pun telah banyak orang yang siap menangkap tukang reparasi amplifier itu.
"Enggak tahu jelasnya, tapi udah ramai orang teriak maling. Itu ketangkapnya pas di deket jembatan," ucap Ijal yang turut menyaksikan penangkapan Joya.
Joya kemudian ditarik massa ke arah Pasar Muara. Di depan deretan ruko, Joya meregang nyawa secara mengenaskan. Dia dianiaya dan dibakar hidup-hidup.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Kronologi Versi Polisi
Berbeda dengan kesaksian Rojali, Kapolres Bekasi Kombes Pol Asep Adi Saputra menuturkan, ada dua saksi yang telah memperhatikan gerak-gerik korban sejak datang ke musala Al-Hidayah.
saksi yang sehari-hari jadi pengurus musala itu melihat, Joya mengambil air wudu sebelum masuk ke musala. Setelah keluar, dia diduga membawa amplifier milik musala.
Salah seorang saksi pun langsung menegur. Namun, Joya memilih kabur menggunakan sepeda motornya.
"Pelaku langsung melarikan diri sehingga warga melakukan pengejaran," kata Asep di Bekasi, Jumat 4 Agustus 2017 lalu.
Kondisi jalanan yang cukup padat di Pasar Muara, Bekasi membuat pelarian Joya tersendat. Dia sempat turun dari motor dan hampir melompat ke sungai. Namun, warga yang mendengar teriakan maling langsung berkerumun dan menangkap Joya.
Joya langsung dikeroyok hingga babak belur. Tak hanya itu, ada pelaku yang berinisiatif membakar tubuh Joya. Dia akhirnya meninggal setelah dibakar hidup-hidup.
"Kalau kita melihat dari persesuaian, keterangan saksi, barang bukti, dan olah TKP (tempat kejadian perkara) dan kita dalami kembali, kita menyimpulkan bahwa benar adanya dugaan atas peristiwa tersebut. Dan dugaan terhadap pelaku yang mengambil itu juga semakin kuat dengan fakta-fakta itu," jelas Asep.
Sepekan pasca pengeroyokan dan pembakaran Joya, polisi dari Polres Bekasi menetapkan dua orang tersangka. Mereka diduga kuat ikut mengeroyok Joya di Pasar Muara, Bekasi.
"Sudah ditetapkan dua tersangka, inisial SU dan NA," ungkap Kapolres Metro Kabupaten Bekasi Kombes Pol Asep Adi Saputra saat dihubungi Liputan6.com, Minggu 6 Agustus 2017 kemarin.
Asep menjelaskan, kedua tersangka tersebut merupakan bagian dari 9 orang yang diperiksa sebagai saksi. Mereka adalah warga yang bermukim di sekitar lokasi kejadian. Keduanya sudah diamankan di Polres Bekasi, sejak Sabtu 5 Agustus 2017.
Peran kedua pelaku adalah menendang Joya saat pengeroyokan terjadi. Namun, keduanya tidak terlibat aksi pembakaran. NA menendang di perut sekali dan punggung dua kali. Sedangkan SH, menendang punggung Joya dua kali.
Sementara itu, sosok pria yang diduga menyiramkan bensin dan [membakar Joya viral di media sosial. Pria itu mengenakan topi dan celana selutut.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi AKBP Rizal Marito menyatakan, polisi terus memburu pelaku lain yang terlibat dalam penganiayaan dan pembakaran hidup-hidup terhadap Joya. Ada lima pelaku yang saat ini dicari.
Kelima orang itu punya peran masing-masing. Di antaranya sebagai penyiram bensin, penyulut api, pemukul memakai benda tumpul, dan provokator utama.
"Masih kita selidiki," kata Rizal melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa 8 Agustus 2017.
Advertisement
Santunan Seumur Hidup
Kisah Joya yang dibakar hidup-hidup menuai simpati dari berbagai kalangan. Mulai dari paguyuban ojek online, anggota DPR, bupati hingga menteri ikut memberi dukungan.
Salah satunya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang berkunjung ke rumah keluarga Joya di Kampung Kavling Jati, Desa Cikarang Kota, Cikarang Utara, Senin 7 Agustus 2017 kemarin. Saat berkunjung, Lukman juga bertemu dengan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang tengah berada di rumah duka.
"Tidak lama saya tiba, Pak Menteri Lukman datang untuk mengucapkan belasungkawa," kata Dedi saat berbincang via telepon dengan Liputan6.com, Senin 7 Agustus 2017.
Tidak hanya menyampaikan belasungkawa, kedua tokoh tersebut juga menitipkan santunan kepada keluarga almarhum Joya. Apalagi, Joya yang dibakar hidup-hidup oleh massa di Babelan, Kabupaten Bekasi itu, meninggalkan seorang istri yang tengah hamil 7 bulan dan seorang putra berusia 4 tahun.
Menteri Lukman Hakim Saifuddin berjanji, akan membantu biaya pendidikan anak sulung Joya hingga empat tahun ke depan. Sementara Dedi Mulyadi akan memberi santunan bulanan seumur hidup.
Selain mereka, anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Kehadiran politikus PDI Perjuangan ini pun sempat membuat heboh warga sekitar. Tak sedikit dari kaum ibu yang berebutan untuk berswafoto dengan Rieke.
"Saya berharap agar musibah ini tidak terulang sendiri. Bahwa, aksi main hakim sendiri, apa pun motif dan yang melatarbelakanginya, tidak dibenarkan," jelasnya.
Ia berharap agar pihak kepolisian dapat segera mengungkapkan siapa-siapa yang terlibat dalam penganiayaan dan pembakaran Joya.
Antisipasi Trauma Anak Korban
Ramainya dukungan yang datang ke rumah Joya memang tidak bisa dibendung. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kondisi psikologi anak korban tidak terganggu.
Sekjen Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Henny Roesmiati mengatakan, ramainya masyarakat yang berkunjung ke rumah korban, tentunya akan menimbulkan kebingungan bagi anak korban.
Apalagi, jika dia mengetahui bahwa keramaian itu terkait kematian ayahnya yang dibakar hidup-hidup.
"Kalau anak tahu ayahnya meninggal dengan cara seperti itu (dibakar), mungkin dia akan mengalami trauma mendalam. Anak kan punya ketahanan mental berbeda-beda," sebut Henny.
Apalagi, jika si anak sempat diperlihatkan video atau foto ayahnya ketika dikeroyok. Menurut Henny, hal itu bisa mempengaruhi masa depan anak.
"Ini berhubungan dengan kecenderungan anak untuk meniru lingkungan di sekitarnya. Anak belajar dari apa yang dia lihat sehingga bisa berpengaruh pada sikap dan perilakunya," sebut Henny.
Henny mengatakan, dia akan datang untuk mengobservasi kondisi psikologis anak Joya yang baru berumur 4 tahun itu, Rabu 9 Agustus 2017.
Dia khawatir, ramainya awak media juga masyarakat yang berkunjung ke rumah korban bisa mengganggu psikologis anak.
"Apalagi kalau anak korban mendengar cerita memilukan berulang-ulang atau mendengar ibunya menangis tiap hari. Itu bisa sebabkan trauma mendalam," kata Henny.
Memang, ramainya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak seperti tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan tidak bisa dihalangi. Namun, harus ada tindakan yang dilakukan untuk membatasi informasi tentang meninggalnya Joya kepada sang anak.
Henny menghimbau, untuk sementara, anak korban sebaiknya tidak tinggal di rumah duka pada siang hari. Dengan begitu, dia tidak akan dibombardir informasi seputar kematian ayahnya.
"Sebisa mungkin anak jangan tinggal bersama orang tuanya dulu. Siang ketika ramai yang datang, anak bisa tinggal sama keluarga lain. Malam baru kembali lagi ke ibunya," saran Henny.
Itu karena, tiap anak punya ketahanan mental berbeda-beda. Makanya, untuk mengantisipasi terjadinya trauma mendalam, akan lebih baik jika anak tidak dibombardir dengan informasi yang memilukan.
Advertisement