Fahri Hamzah Minta Kinerja DPR Tak Diukur dari UU yang Dihasilkan

Prolegnas yang berasal dari pemerintah jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang DPR.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 09 Agu 2017, 07:52 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat menjadi pembicara diskusi publik "Menyikapi Tabir Aktor Politik Penunggang Demo 4 November di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (8/11). (Liputan6.com/JOhan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menolak jika kinerja para anggota dewan hanya diukur berdasarkan kuantitas atau jumlah undang-undang (UU) yang dihasilkan. Sebab pada 2017, kata dia, belum semua rancangan undang-undang (RUU) yang ada dalam program legislasi nasional (prolegnas) bisa tercapai.

"Karena undang-undangnya itu banyak diperlukan, akhirnya kita anggap itu sebagai kinerja DPR. Dan bahkan kinerja legislasi itu diukur dengan jumlah kuantitas (UU) gitu," ujar Fahri dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Dia menjelaskan, prolegnas yang berasal dari pemerintah jumlahnya jauh lebih banyak ketimbang DPR. Selain itu, umumnya pemerintah datang dengan draf undang-undang yang lebih matang dan mapan.

"Kenapa? Otak yang membahas (draf UU) berasal semua departemen, ada jutaan pegawai pemerintah. Kalau DPR kan peneliti ekonominya cuma 70 orang, peneliti hukum 40, peneliti apalagi cuma 12, karena itu baru badan. Perancang UU cuma tujuh orang," papar dia.

Tak hanya itu, pemerintah memiliki Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang memang dibangun menjadi mesin pembuat UU. Pada BPHN, ada profesor, doktor, eselon 1, dan eselon 2 yang digaji mahal.

"Tradisi UU sudah berjalan mereka punya koneksi kampus yang lebih luas, sebab tidak jarang dekan-dekan itu adalah dirjen-dirjen atau kepala badan yang diletakkan dalam tubuh eksekutif. Sehingga efektivitasnya dalam pengusulan undang-undang jauh lebih hebat," ucap Fahri.

Menurut dia, ada UU yang dibahas dua minggu, sebulan, dan pada dasarnya jika dianggap penting atau urgent, pemerintah bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Ormas di perppu-in aja oleh Presiden kurang dari satu minggu dua minggu keluar, sekarang sudah ada korbannya HTI. Jadi itu bisa cepat, artinya eksekutif kerja legislasinya itu jauh lebih cepat dari legislatif. Apalagi bila kita berbicara jumlah soal gitu. Karena eksekutif memiliki mekanisme membuat UU mandiri tanpa DPR melalui perppu," terang Fahri.

Menurut Fahri, sepanjang 2017 ini, DPR dan pemerintah menyepakati ada 49 prolegnas yang saat ini sudah menyusut menjadi 40 prolegnas. Karena sekarang sudah ada yang disahkan termasuk UU Pemilu, Perbukuan, Kebudayaan, dan Arsitek.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya