Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah pusat diminta lebih berperan aktif dalam mengembalikan tujuan pembangunan Batam sebagai kawasan industri teknologi tinggi di kawasan Asia Pasifik. Dengan demikian, pulau yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) diharapkan bisa bersaing dengan Singapura.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, selama ini masih ada gesekan antara Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam dalam mengelola kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Hal ini yang dinilai membuat Batam tidak berkembang secara maksimal.
"Sesuai amanat UU Nomor 44 Tahun 2007, wewenang BP Batam sebagai pengelola Kawasan Batam, Rempang, dan Galang (Barelang) yang merupakan FTZ harus dipertegas. Wewenang dan tupoksi instansi lain yang terkait dengan pengembangan FTZ Batam dapat dilakukan dalam satu lembaga saja yakni BP Batam," ujar dia di Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Baca Juga
Advertisement
Enny menjelaskan, dalam UU Nomor 44 Tahun 2007 menugaskan BP Batam untuk mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri, kegiatan transhipment dan mengelola perizinan investasi.
Aturan yang sama juga memberi wewenang kepada BP Batam yang meliputi tiga aspek seperti pengelolaan aset pertanahan pengembangan dan pengelolaan infrastruktur, dan pelayanan investasi.
"Namun dalam praktiknya, tugas dan kewenangan tersebut tidak berjalan dengan mulus akibat munculnya dua nahkoda dalam pengelolaan kawasan tersebut, yakni BP Batam dan Pemerintah Kota Batam," kata dia.
Sementara terkait wacana mengubah Batam dari FTZ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Enny menyatakan jika status FTZ Batam masih dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional.
Sebab menurut dia, manfaat FTZ jauh lebih besar dari pada KEK, terutama dari sisi perpajakan, daya saing, kemudahan berinvestasi, ekspor dan biaya logistik, serta penerimaan devisa.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah revitalisasi FTZ dengan menambah insentif untuk meningkatkan daya saing, bukan mengubahnya menjadi KEK. FTZ berorientasi pada kepentingan nasional yang berdampak pada pembangunan daerah, sementara KEK hanya efektif menyelesaikan permasalahan kelembagaan dan berorientasi pada daerah," jelas dia.
Oleh sebab itu, kata Enny, polemik mengenai pengelolaan pulau Batam harus diakhiri. Kawasan perdagangan bebas seperti Batam seharusnya dikelola langsung oleh pemerintah pusat melalui orang-orang profesional dan berintegritas.
"Keistimewaan ini diyakini mampu membuat Batam kembali ke tujuan awal untuk menjadi kawasan industri yang kompetitif dan dapat menjawab permintaan pasar, sehingga dapat bersaing di Asia Pasifik," ujar dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: