Liputan6.com, Jakarta - Jenazah M Alzahra alias Joya berhasil diangkat setelah empat tukang makam menggali tanah dengan kedalaman 90 cm. Joya merupakan korban yang diamuk dan dibakar hidup-hidup oleh warga setelah dituduh mencuri amplifier di Musala Al-Hidayah Kampung Cabang Empat, Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, 1 Agustus 2017.
Jenazah almarhum diautopsi hari ini setelah pekan lalu dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Kedondong, BTN Buni Asih, Kampung Kongsi, Cikarang Utara.
Advertisement
Masum, seorang tukang gali menceritakan, proses pembongkaran makam secara keseluruhan berlangsung tanpa ada hambatan. Dia menjelaskan, pengangkatan jenazah warga Kampung Kavling Jati, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara itu dibantu polisi.
"Lumayan berat, tadi yang angkat tiga di bawah. Satu di atas dan dibantu dari tim polisi," kata Masum.
Sederet kejadian mewarnai proses penggalian makam Joya. Berikut ceritanya dirangkum Liputan6.com, Rabu (9/8/2017):
1. Tontonan Warga
Satu yang bikin miris, penggalian makam Joya yang dibakar hidup-hidup di Bekasi malah jadi tontonan warga. Mereka terlihat sudah memadati lokasi tempat dimakamkannya Joya.
Makin siang, warga makin berkerumun. Mayoritas mereka merupakan kaum ibu dan mengaku penasaran dengan langkah Polres Metro Bekasi yang membongkar pusara Joya setelah sepekan dimakamkan.
Bahkan, sebagian dari mereka rela duduk menunggu berjam-jam dan lebih dulu dari jadwal pembongkaran makam, yaitu pukul 08.00 WIB.
Siti Jubaida (25), dan putranya Alif Saputra (4) beserta keluarga memilih untuk berdiam diri di kediamannya. Dia mengaku tak kuasa melihat makam suaminya dibongkar untuk keperluan autopsi. Hanya terlihat ayah kandung dari Joya, Asmawi yang ada di lokasi.
"Enggak ingin saja mas, takut enggak kuat, takut ada apa-apa sama kandungannya," kata Pandi, mertua korban kepada Liputan6.com, Bekasi, Rabu (9/8/2017).
2. Sempat Tolak Visum
Kuasa hukum keluarga Joya, Abdul Chalim Sobri membenarkan jika pembongkaran tersebut membuat keluarga korban trauma, mengingat peristiwa pemukulan dan pembakaran terhadap korban di Pasar Muara Bakti, Babelan, baru sepekan terjadi.
"Keluarga masih shock. Di agamanya, perempuan tidak harus datang ke makam," ujar Abdul.
Istri Joya, Siti Jubaida (25) dan putranya Alif Saputra (4) memilih untuk berdiam diri di kediamannya. Dia mengaku tak kuasa melihat makam suaminya dibongkar untuk keperluan autopsi. Hanya terlihat ayah kandung dari Joya, Asmawi yang ada di lokasi makam.
"Enggak ingin aja mas, takut enggak kuat, takut ada apa-apa sama kandungannya," kata Pandi, mertua korban kepada Liputan6.com, Bekasi, Rabu (9/8/2017).
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi AKBP Rizal Marito mengungkapkan, istri korban, Siti Jubaida sebelumnya sempat menolak jasad suaminya divisum. Sebab, keluarga khawatir nantinya dimintai biaya tambahan oleh pihak rumah sakit. Selain itu, keluarga juga mengaku awam berurusan dengan kepolisian.
"Autopsi ini setelah adanya masukan dari kuasa hukum yang meminta dilakukan autopsi," jelas Rizal, Rabu (9/8/2017).
"Ini demi kepentingan hukum, maka kita memberikan pemahaman. Bukan pemaksaan. Apakah korban dipukul meninggalnya, apakah karena dibakar baru meninggal. Atau apakah sudah meninggal, setelah itu dibakar," jelas Abdul Chalim.
3. Tersangka Pembakar Joya Ditembak
Bertepatan dengan hari penggalian makam Joya, polisi berhasil membekuk 3 tersangka baru pembakar hidup-hidup suami Siti Jubaida itu.
Kapolres Bekasi Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, satu dari tiga tersangka baru itu punya peran paling besar atas meninggalnya Joya, yakni tersangka berinisial SD (27). "Tersangka SD diduga menyiramkan bensin ke tubuh MA (M Alzahra atau Joya). Dia juga diduga sebagai orang yang menyulut api ke tubuh MA," kata Asep, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Asep menambahkan, polisi pun terpaksa menembak kaki tersangka SD. Pasalnya, dia sempat mencoba melarikan diri.
"Untuk saudara SD (27), yang perannya menyiram dan membakar korban, terpaksa harus kami tindak tegas dengan menembak bagian kaki. Karena saat hendak menunjukkan pelaku lain, mencoba melarikan diri," jelas Asep.
Hingga saat ini, polisi telah menetapkan lima tersangka atas kasus pengeroyokan dan pembakaran Joya ini.
Advertisement
4. Fakta Baru
Joya dihakimi massa karena diduga kuat mencuri amplifier atau alat pengatur suara musala di Babelan, Kabupaten Bekasi.
Kapolres Bekasi Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan, berdasarkan keterangan saksi dan bukti di lapangan, Joya diduga kuat sebagai pelaku pencurian amplifier. Kendati, ia menegaskan aksi main hakim sendiri adalah perbuatan pidana.
Rojali, tutur dia, berhasil menghentikan Joya saat berusaha kabur dan mendapati amplifier milik Musala Al Hidayah di tangannya. Dalam pengecekan amplifier itu, Joya berusaha melarikan diri hingga tertangkap massa dan dibakar hidup-hidup.
"Kemudian di situlah peristiwa pengeroyokan terjadi. Lalu Rojali berteriak 'ini bukan maling motor, tapi maling ampli'," ucap Asep menirukan Rojali.
Rojali berteriak agar massa tidak mengeroyok Joya. Namun, massa yang telanjur emosi tak menggubris upaya Rojali mencegah aksi main hakim sendiri.
"Dia (Joya) sempat cium kaki Rojali minta maaf, 'maafkan saya pak ustaz', begitu. Namun massa tidak terbendung. Rojali sempat menghalau, tapi (jumlah) massa tidak berimbang, sehingga terjadi pengeroyokan yang menewaskan MA (Joya)," Asep menandaskan.