Menperin: Negara Lain Produksi Mobil Hidrogen, RI Masih LCGC

Pemerintah akan memacu pengembangan industri otomotif.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 10 Agu 2017, 15:24 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau mobil yang dipamerkan dalam ajang GIIAS 2017 di ICE BSD City Tangerang, Kamis (10/8). Sebanyak 40 lebih mobil model baru bakal hadir di pameran otomotif tahunan di Indonesia ini (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan memacu pengembangan industri otomotif. Salah satunya dengan memproduksi mobil yang memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, hemat bahan bakar, ramah lingkungan, serta memiliki harga terjangkau.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, Indonesia bisa dibilang ketinggalan dalam mengembangkan industri ini. Negara lain sudah sibuk menyiapkan kendaraan berbahan bakar hidrogen juga listrik, sedangkan Indonesia masih mengandalkan energi minyak.

“Jika sekarang kita masih mengembangkan LCGC, negara-negara lain mulai melirik kendaraan bertenaga listrik bahkan telah menciptakan yang berbahan bakar hidrogen karena jauh lebih hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 di ICE BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (10/8/2017).

Untuk itu, Airlangga menegaskan, pihaknya telah menyelesaikan penyusunan regulasi baru tentang industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 59 Tahun 2010 tentang Industri Kendaraan Bermotor.

“Kebijakan dan program pengembangan industri kendaraan bermotor ke depan harus diarahkan dan diakselerasi sesuai dengan tren pasar dunia, yaitu kendaraan bermotor dengan fuel ekonomi tinggi dan rendah karbon,” tuturnya.

Airlangga menyebutkan, kendaraan rendah emisi atau low carbon emission vehicle (LCEV) ditargetkan masuk pasar Indonesia mencapai 25 persen atau 400 ribu unit pada 2025.

“Bentuknya bisa mobil listrik, hibrida, atau lain sebagainya. Pemerintah tengah melakukan harmonisasi PPnBM, dan akan memberikan insentif lebih untuk mobil LCEV, dibanding kepada mobil konvensional,” ungkapnya.

Airlangga juga menyampaikan, industri otomotif merupakan salah satu sektor yang menjadi tolok ukur dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Saat ini produksi otomotif kita meningkat, yang membuktikan daya beli masyarakat masih bertenaga. Industri ini masih tumbuh dan ekonomi kita juga masih terjaga di level lima persen. Maka, artinya ekonomi Indonesia masih kuat," paparnya.

Lebih lanjut, Airlangga menambahkan, optimisme terhadap industri otomotif juga terlihat dari jumlah ekspor kendaraan yang terus naik. "Pada 2015, kita sudah surplus US$ 466 juta, dan akhir tahun 2016 meningkat menjadi US$ 600 juta. Jadi kita sudah menjadi net exporter dari sektor otomotif," imbuhnya.

Airlangga berharap GIIAS 2017 mampu membantu penjualan kendaraan tahun ini. "Kalau (GIIAS) tahun lalu berhasil jual 20 ribu unit kendaraan yang nilainya hampir Rp 6 triliun, tentu tahun ini diharapkan bisa minimal sama mengingat jumlah merek yang ikut lebih banyak dari tahun lalu," ujarnya.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohanes Nangoi, menyebut penjualan domestik meningkat 0,3 persen pada semester I tahun 2017. "Penjualan domestik sampai dengan Juni telah mencapai 533.537 unit atau naik 0,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkapnya.

Pameran yang berlangsung pada tanggal 10-20 Agustus 2017 ini diikuti sebanyak 32 merek kendaraan penumpang dan kendaraan niaga serta 10 merek kendaraan roda dua. GIIAS 2017 juga akan menghadirkan 40 mobil baru yang diluncurkan, di antaranya terdapat kendaraan yang pertama kali dalam debut dunia, regional, maupun domestik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya