KPK Geledah 10 Lokasi terkait Korupsi Jalan di Bengkalis

Di Kabupaten Bengkalis, penyidik menggeledah Kantor Dinas PU, Kantor Pemda, Kantor LPSE, dan rumah salah satu saksi.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 12 Agu 2017, 03:27 WIB
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah memberi keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Dalam keterangan tersebut, KPK telah menetapkan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekda Dumai Muhammad Nasir dan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar sebagai tersangka kasus suap jalan di Bengkalis Provinsi Riau.

Untuk kebutuhan pengembangan penyidikan, penyidik menggeledah 10 lokasi.

"Selama 3 hari dari Senin sampai Rabu (7-9 Agustus 2017), penyidik menggeledah di tiga daerah yaitu Pekanbaru pada 7 Agustus, Bengkalis pada 8 Agustus, Dumai dan Pulau Rupat pada 9 Agustus," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat 11 Agustus 2017.

Dari tiga daerah tersebut, kata Febri, penyidik menggeledah di 10 lokasi. Di Pekanbaru penyidik melakukan penggeledahan di rumah mantan Bupati Kabupaten Bengkalis Herlyan Saleh dan rumah tersangka MNS (Muhammad Nasir).

Di Kabupaten Bengkalis, penyidik menggeledah Kantor Dinas PU, Kantor Pemda, Kantor LPSE, dan rumah salah satu saksi. Di Kota Dumai, penyidik menggeladah rumah saksi, dan penyegelan ruangan di rumah Dinas Sekda Dumai.

Sedangkan di Pulau Rupat Kabupaten Bengkulu, penyidik menggeledah Kantor PT Mawatindo Road Construction dan rumah saksi.

"Dari lokasi penyidik menyita sejumlah dokumen, barang bukti elektronik berupa HP, harddisk , dan dua sepeda motor dari PT Mawatindo," ucap Febri.

KPK menduga Muhammad Nasir dan Hobby Siregar, secara sah telah melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekenomian negara dalam proyek jalan di Bengkalis.

"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 80 miliar," jelas Febri.

KPK menyangka keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya