Geledah Rumah Ketua DPRD Malang, KPK Sita Sejumlah Uang

KPK menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi Ketua DPRD Kota Malang, Mochamad Arief Wicaksono.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 12 Agu 2017, 09:01 WIB
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi Ketua DPRD Kota Malang, Mochamad Arief Wicaksono. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita sejumlah uang.

"Disita beberapa pecahan mata uang, yaitu Rp 20 juta, SGD 955, dan RM 911, dari rumah dinas MAW (Mochamad Arief Wicaksono)," tutur juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Agustus 2017.

Penggeledahan dilakukan sejak Rabu, 9 Agustus 2017 di Kota Malang. Lokasi yang digeledah antara lain Kantor Wali Kota, Kantor PUPR, rumah tersangka Jarot Edy Sulistyono, rumah tersangka Mochamad Arief Wicaksono, rumah dinas Arief Wicaksono, dan Kantor Penanaman Modal.

Penggeledahan lalu dilanjutkan pada Kamis, 10 Agustus 2017 di dua lokasi di Kota Malang. Lokasi tersebut adalah kantor DPRD Malang, rumah Dinas Wali Kota, dan rumah pribadi Wali Kota. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor Bappeda dan ULP Kota Malang pada Jumat, 11 Agusutus 2017.

"Penyidik menyita dokumen, barang bukti elektronik berupa HP sejumlah pejabat, Pemkot, DPRD, dan pejabat pengadaan," ujar Febri.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Ketua DPRD Malang Mochamad Arief Wicaksono sebagai tersangka dalam dua perkara.

Dalam perkara pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Malang, Jarot Edy Sulistiyono sejumlah Rp 700 juta. Suap tersebut terkait pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.

Sementara, di perkara kedua, Ketua DPC PDIP Malang ini diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 juta dari tersangka Hendrawan Maruszaman (HM) selaku Komisaris PT ENK. Suap tersebut diduga terkait penganggaran kembali proyek jembatan Kedungkandang APBD tahun 2016.

Arief selaku pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Kemudian sebagai pihak pemberi, Jarot dan Hendrawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya