Liputan6.com, Jakarta - Perubahan transaksi dari konvensional atau offline menuju online tidak berpengaruh pada daya beli masyarakat. Itu hanya perubahan model transaksi.
Demikian disampaikan Kepala BPS Suhariyanto dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Sabtu (12/8/2017).
Dia menerangkan, dalam menghitung produksi barang atau supply ialah dengan cara menambahkan produksi dalam negeri ditambah impor. Sementara, dengan metode transaksi apapun jumlah barang yang dikonsumsi akan sama.
Baca Juga
Advertisement
"Saya akan bilang bahwa online itu hanya perubahan transaksi kalau dulu orang beli barang sekarang lewat online tapi jumlah barang yang dibeli tentunya sama," ungkap dia.
Pihaknya tak menampik adanya perilaku konsumen dari belanja konvensional menjadi online. BPS, lanjut dia, pernah melakukan survei pada 10.500 rumah tangga. Hasilnya, sebanyak 15 persen mengaku pernah belanja online.
"Kita lakukan survei kecil 10.500 rumah tangga bilang 15 persen rumah tangga pernah berbelanja online," tambah dia.
Adapun penetrasinya melalui pembelian jam tangan dan tas, alat komunikasi dan aksesoris, barang-barang rekreasi, dan lain sebagainya.
Dia mengatakan, semakin tinggi pendapatan maka belanja online semakin banyak. Belanja online menyentuh rumah tangga menengah atas.
"Tapi saya yakinkan bahwa produk yang dijual tetap sama jumlahnya. Shifting ada, tapi tidak berpengaruh ke daya beli. Harganya memang lebih murah dan kita masih perlu waktu dampak online yang harganya lebih murah berpengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujar dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: