Liputan6.com, Banyumas – Riuh rendah tawa penonton mewarnai lomba berpidato dan puisi berbahasa ngapak atau penginyongan anak-anak SD yang digelar di Desa Cingebul, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu 12 Agustus 2017.
Uniknya, anak-anak ini tetap serius tanpa terpengaruh tawa penonton yang mendapati kosakata lucu ketika berpidato. Misalnya ketika seorang peserta, Gadis, memperkenalkan diri di hadapan penonton dan dewan juri.
"Kenalna, Nyong Gadis, sekang Es-De Cingebul papat. Janjane nyong wong blekethir, najan kaya kuwe, nyong garep aweh sepethil gendhu-gendhu rasa maring rika pada," ujar Gadis ketika memperkenalkan diri, sebelum berpidato.
Baca Juga
Advertisement
Kurang lebih arti pembukaan pidato itu adalah, "Perkenalkan, nama saya Gadis, dari SD Negeri 4 Cingebul. Sebenarnya saya hanyalah orang kecil, tetapi saya memiliki unek-unek yang ingin disampaikan kepada Anda semua".
Sontak, munculnya kosakata blekethir yang berarti "wong cilik" atau rakyat kebanyakan ini memicu tawa penonton lantaran sudah amat jarang dipakai. Tampaknya, gadis cilik itu tak terpengaruh dengan tawa penonton. Ia pun tetap meneruskan pidatonya meski ditingkahi "ger-geran" sepanjang pidato.
Memperingati Hari Ulang Tahun RI ke-72 tahun 2017, Pemerintah Desa Cingebul, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas menggelar berbagai lomba, mulai anak hingga dewasa. Salah satu yang unik adalah lomba berpidato dan berpuisi dalam bahasa ngapak, atau basa pangiyongan, bahasa khas Banyumasan.
Kepala Desa Cingebul, Khusnadin, mengatakan lomba pidato bahasa ngapak itu merupakan rangkaian berbagai lomba yang digelar panitia HUT RI Desa Cingebul 2017. Dua tahun terakhir, desa ini menggelar lomba berpidato dan berpuisi dengan bahasa ngapak.
"Kami mengadakan lomba puisi dan pidato bahasa ngapak, atau basa pengiyongan untuk melestarikan bahasa asli Banyumas yang kini justru makin jarang dipakai oleh masyarakat. Kami ingin menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa sendiri," kata Khusnadin.
Khusnadin mengungkap, anak muda Banyumas, kebanyakan enggan berbahasa ngapak lantaran malu. Sebab, sering kali, di televisi, orang berbahasa ngapak diidentikkan dengan orang kampungan dan "ndeso".
"Kami ingin agar anak-anak bangga dengan bahasa ibunya. Sekarang, bahasa ngapak makin jarang digunakan. Apalagi kalau keluar daerah," ujarnya.
Sementara, Ketua Dewan Juri Lomba Pidato dan Puisi Bahasa Ngapak, Sri Rasati mengatakan, di sekolah-sekolah, bahasa ngapak diajarkan sebagai muatan lokal. Dia pun mengakui, saat ini banyak masyarakat yang tak lagi menguasai kosakata-kosakata dalam bahasa ngapak. Itu sebabnya, ketika diucapkan, kosakata itu terdengar lucu.
"Memang basa ngapak semakin jarang digunakan. Artinya, untuk kosakata sehari-hari itu biasa. Tetapi, untuk kosakata lainnya, memang sangat jarang digunakan," Sri Menjelaskan.
Sri menambahkan, sebanyak 12 siswa dari lima sekolah dasar di Cingebul mengikuti lomba ini. Dia pun sudah mengantongi nama juara puisi dan pidato itu. Pemenang akan diumumkan pada malam puncak HUT RI-72 Desa Cingebul, 17 Agustus 2017 mendatang.
"Bukan juaranya yang kita cari. Tetapi, bagaimana agar bahasa ngapak kita ini tetap terjaga dan lestari," katanya.
Saksikan video menarik di bawah ini: