Liputan6.com, Seoul - Semenanjung Korea kini tengah mengalami tensi lebih tinggi yang belum pernah mereka rasakan selama beberapa tahun. Ini akibat dari Korea Utara yang bersitegang dengan Amerika Serikat gara-gara keras kepala tak ingin menghentikan program nuklir mereka.
Meski demikian, di perbatasan antara kedua Korea, sebuah konser akan digelar.
Memang, tiap tahunnya, bintang-bintang pop Korea Selatan atau K-Pop menggelar konser di dekat Zona Demiliterasi atau DMZ yang membatasi kedua Korea itu. Mereka menyebutnya "konser perdamaian".
Baca Juga
Advertisement
Seperti dikutip dari BBC, pada Minggu (13/8/2017), tahun ini "konser perdamaian" digelar di tengah ancaman Korea Utara menyerang Guam, teritori Amerika Serikat di Pasifik. Sementara, Presiden AS, Donald Trump mengeluarkan pernyataan keras mengancam akan menyerang Pyongyang dengan "api dan kemarahan" yang dunia tak pernah melihat sebelumnya.
Akan ada dua acara dalam konser itu yang digelar dua hari berturut-turut.
Pertama, Korsel akan menggelar konser K-Pop pada hari Sabtu. Kemudian, pada hari Minggunya berupa konser musik klasik.
Meski pihak panitia memberi tajuk "DMZ Concerts", para artis jelas tak akan menggelar di kawasan DMZ. Namun, di sebuah kompleks turis yang disebut Nuri Peace Park di Kota Paju, utara Seoul, dekat perbatasan.
Acara itu gratis untuk publik dan diselenggarakan oleh jaringan televisi dan radio Korea Selatan MBC serta Kementerian Unifikasi dan pejabat daerah. Acara itu akan disiarkan di televisi nasioal.
Tahun ini, konser akan berjudul "Again, Peace!" dan akan dihadiri bintang top K-Pop seperti Girls Generation dan BTOB. Diprediksi, konser ini akan menyedot banyak fans hadir.
Konser ini merupakan bagian dari perayaan National Liberation Day. Hari libur nasional bagi kedua Korea dan merupakan simbol untuk berbagi sejarah baik Korsel maupun Korut.
Tanggal tayang di TV akan jatuh pada 15 Agustus mendatang. Menandakan berakhirnya kolonial Jepang di Semenanjung Korea pada 1945.
Adapun Perang Korea mulai beberapa tahun setelah Jepang hengkang, dan secara teknis belum berakhir karena baik Korsel maupun Korut belum menandatangani perjanjian damai.
Adapun pihak penyelenggara konser berharap ini adalah salah satu cara menghentikan konflik kedua Korea lewat pertukaran budaya.
Daya Tarik K-Pop untuk Korut
Hakjae Kim, asisten profesor di Institute for Peace and Unification Studies di Seoul National University, mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan "ingin memanfaatkan daya tarik budaya pop Korea".
Budaya Korea Selatan sudah sangat populer di seluruh Asia, dan terus meningkat di seluruh dunia.
Sementara itu, di Korea Utara, di mana seluruh kehidupan masyarakatnya diatur ketat, banyak pula yang menggemari musik Korea Selatan dan budaya Barat lainnya.
Mereka diam-diam menyelundupkan video atau CD musik bajakan untuk menikmati "budaya terlarang" tersebut. Barang siapa yang ketahuan, hukuman berat akan dihadapi.
Namun, kesaksian para pembelot Korut mengatakan, dengan menyaksikan budaya dan hiburan Korea Selatan, membantu mereka untuk sadar akan kehidupan di luar negara mereka.
"Ini sama seperti ketika Jerman terpisah antara Timur dan Barat," kata Profesor Kim.
"Orang di Jerman Timur berharap untuk kehidupan lebih baik seperti di Barat. Keinginan itu muncul lewat budaya yang diselundupkan dari Barat ke Timur," tambahnya.
Konser kali ini sama sekali tidak melibatkan Korea Utara. Selain itu, tidak akan terdengar atau terlihat oleh orang di Utara. Pergelaran musik ini bertujuan untuk menarik turis ke kota itu dan mencari keuntungan dari siaran TV.
Konser ini telah mulai dari 2011. Sebenarnya, rencana berawal tahun 2000, di mana Korsel telah mencoba meyakinkan Korut untuk menggelar konser bersama di Pyongyang sebagai bagian dari pertukaran budaya. Namun, rencana itu kandas. Ada laporan menyebut kedua Korea tak sepakat dengan masalah keuangan.
Meski berbicara soal perdamaian, tak jarang pemerintah Korsel menggunakan K-Pop sebagai senjata ketika hubungannya dengan Korut memanas.
Secara periodik, di perbatasan, tentara Korsel memutar lagu-lagu K-Pop dengan menggunakan pengeras suara raksasa ke arah Korut.
Sementara itu, tak jelas apa pendapat Pyongyang terkait konser perdamaian ini. Namun, yang pasti pemerintah Kim Jong-Un mengaku bukan fans K-Pop. Mereka beberapa kali mendeklarasikan bahwa K-Pop adalah propaganda dan siarannya merupakan bagian dari perang.
"Pemerintah Korea Utara mencoba menutup semua akses dunia luar sebisa mungkin. Mereka tak ingin warganya terinspirasi dengan kehidupan di Korsel," tutup penjelasan Profesor Kim.
Saksikan juga video berikut ini
Advertisement