Lomba Panjat Pinang Dahulu untuk Peringati HUT Ratu Belanda

Kegiatan seperti lomba panjat pinang dalam rangka HUT RI biasa dinamai tujuh belasan. Masyarakat Kota Tegal biasa menyebutnya pitulasan.

oleh Fajar Eko Nugroho diperbarui 14 Agu 2017, 17:31 WIB
Lomba panjat pinang dahulu digelar sebagai hiburan saat perayaan penting orang Belanda di Nusantara, seperti pernikahan dan ulang tahun. (Foto: Istimewa/Arsip Nasional RI/Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Tegal - Seluruh daerah di Tanah Air menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-72 Republik Indonesia atau HUT RI. Bahkan, jenis kegiatan bertema perlombaan itu melibatkan anak-anak, remaja, orang dewasa, bahkan orang tua.  

Jenisnya pun beragam dan memiliki keunikan yang beragam antara daerah satu dengan daerah yang lainnya. Kegiatan seperti lomba panjat pinang dalam rangka HUT RI biasa dinamai perlombaan tujuh belasan. Masyarakat Kota Tegal biasa menyebutnya pitulasan.

Sebut saja lomba makan kerupuk, pentung pendil, balap karung, tarik tambang, tegongan, rokrokan, blodor, dan lomba panjat pinang atau pucang. Hadiah pun dihadirkan untuk para pemenang oleh para panitia, berupa barang bahkan ada yang berupa uang.

Kendati perlombaan tersebut digelar saban tahun, ternyata masyarakat tak banyak yang mengetahui tentang asal muasal tradisi lomba panjat pinang dalam rangka tujuh belasan tersebut.

Menurut budayawan pantura kelahiran Tegal, Wijanarto, kegiatan perlombaan untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia sudah berlangsung seusai kemerdekaan. Ada pula sumber yang mengatakan bahwa sejak sekitar tahun 1950-an sudah jamak digelar perlombaan.

"Ada perlombaan yang dapat dikatakan berasal pada masa Belanda, yakni perlombaan panjat pinang atau biasa orang Tegal menyebutnya pucang," ucap Wijanarto saat berbincang dengan Liputan6.com di Tegal, Senin (14/8/2017).

Dahulu kala, ucap dia, lomba panjat pinang digelar sebagai hiburan saat perayaan penting orang Belanda di Nusantara, seperti pesta pernikahan dan ulang tahun. Kala itu, penduduk pribumi berlomba-lomba mendapatkan hadiah yang digantungkan di puncak pohon pinang.

"Perlombaan panjat pinang sudah ada masa kependudukan Belanda. Hal itu ada karena sebagai peringatan atau perayaan hari ulang tahun Ratu Belanda," dia menambahkan.


Filosofi Lomba

Budayawan pantura kelahiran Tegal, Wijanarto, mengungkapkan sejarah lomba panjat pinang. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Adapun dari beberapa arsip nasional dapat ditemui beberapa foto dan dokumentasi yang memperlihatkan perlombaan panjat pinang sudah ada pada waktu dulu. Dalam perlombaan tersebut, ada pelajaran yang bisa dipetik dan menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu nilai kebersamaan dan tanggung jawab.

"Tidak ada keberhasilan tanpa kerja sama untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Itulah pokok dari perlombaan panjat pinang tersebut," ia menjelaskan.

Seiring perkembangan zaman, panjat pinang bukan lagi sebagai peringatan hari ulang tahun Ratu Belanda. Namun, lebih untuk mengenang momen sejarah baru.

"Begitu pula tentang perlombaan balap karung, makan kerupuk, itu semua sebagai wujud mengenang semangat rakyat dan sebagai pengingat kita mengenai perjuangan dan pengorbanan dalam kemerdekaan," ia mengungkapkan.

Nah, bagi masyarakat seantero Nusantara tentu harus melestarikan perlombaan tradisional Indonesia, misalnya lomba panjat pinang. Seperti yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tegal pada Sabtu, 12 Agustus 2017, di Alun-alun Kota Tegal.

Di saat negara lain sedang mencari tahu keberadaan kearifan lokal dan permainan tradisionalnya, Indonesia justru kaya. "Sudah tentu ini sebagai kebanggaan tersendiri bagi kita. Mari jaga dan lestarikan kearifan lokal bangsa Indonesia. Merdeka," dia memungkasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya