Liputan6.com, New York - Ribuan orang memadati halaman depan kediaman pribadi Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Trump Tower, Manhattan, New York, sejak Senin, 14 Agustus malam waktu setempat. Di sana, mereka melakukan aksi protes mengutuk demonstrasi berdarah bernuansa rasialisme-fasisme di Charlottesville, Virginia, yang terjadi Sabtu lalu.
Massa aksi turut mengecam sang presiden yang dianggap tidak bertindak optimal dalam menekan dan merespons kelompok supremasi kulit putih, pihak yang ditengarai sebagai akar penyebab demonstrasi berdarah di Charlottesville pada 12 Agustus. Demikian seperti dilansir The Hill, Selasa (15/8/2017).
Presiden Trump memang berniat untuk bertandang ke Trump Tower dan direncanakan tiba pada Selasa. Kepulangannya ke Big Apple merupakan kali pertama sejak ia dilantik menjadi orang nomor satu AS pada awal 2017.
Baca Juga
Advertisement
Ia akan menghabiskan waktu sekitar dua hari di Manhattan untuk berlibur dari rutinitas pekerjaan.
"Beranjak ke Kota New York," tulis akun Twitter @realDonaldTrump Senin malam.
Akan tetapi, bukan sambutan hangat yang akan diterima sang presiden, melainkan ribuan orang yang menggelar aksi protes dan membawa spanduk dengan beragam slogan bernada mengecam, mengutuk, hingga mencaci.
Tulisan "Tolak Trump, Tolak KKK (Ku Klux Klan), tolak Fasis. USA!" terpampang pada salah satu spanduk yang dibawa peserta aksi.
Papan lain bertuliskan "Bukan presiden saya" terlihat di halaman muka Trump Tower, Manhattan.
Slogan lain bahkan berisi makian, bertuliskan "F**k Trump!", dan terpajang persis di seberang gedung kediaman pribadi sang presiden.
Ada pula yang memajang boneka balon karikatur presiden ke-45 AS itu yang digambarkan sebagai seekor tikus raksasa beberapa meter dari menara.
Spanduk itu menjadi simbol massa untuk mengkritik habis sikap "melempem" Presiden Trump. Orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu dianggap "tak bertaji", sebab ia tidak secara spesifik menyebut kelompok supremasi kulit putih sebagai biang keladi demonstrasi berdarah di Charlottesville, Sabtu lalu.
"Meski Donald Trump tidak terlibat langsung, ia berkorelasi dengan hal itu (demonstrasi berdarah di Charlottesville)," jelas Josh Friedman (23), aktivis, peserta, serta pengorganisasi aksi protes tersebut.
Sementara itu di tempat terpisah, sekitar 200 orang berpakaian hitam berkumpul di Central Park. Mereka menggelar seremoni belasungkawa, berduka atas Heather Heyer yang tewas ditabrak menggunakan mobil oleh seorang simpatisan kelompok supremasi kulit putih pada demonstrasi di Charlottesville.
Salah satu peserta seremoni duka juga mengatakan 'mengutuk sikap Trump yang perlahan membunuh negara kita'.
Demi mengantisipasi gangguan ketertiban umum, Kepolisian Kota New York mengerahkan sejumlah personel untuk mengamankan Trump Tower dan sekitarnya.
Demonstrasi Berdarah di Charlottesville
Satu orang tewas dan puluhan lainnya terluka pada demonstrasi di Charlottesville, Virginia, Sabtu lalu. Aksi protes itu melibatkan dua kelompok yang berbeda haluan yakni, kubu supremasi kulit putih (neo-Nazi, KKK, Alt-Right, ekstremis kanan, ultranasionalis, fasis, rasialis, dan yang terinspirasi) dan kubu penentang (anti-supremasi kulit putih).
Awalnya, kubu supremasi kulit putih menggelar demonstrasi demi menolak keputusan dewan kota yang hendak menurunkan patung Jenderal Robert E Lee, komandan tentara Konfederasi pada Perang Saudara AS (1861 - 1865).
"Demonstrasi ini merupakan ajang untuk memenuhi janji kampanye Donald Trump guna merebut kembali negara kita," kata David Duke salah satu mantan petinggi Ku Klux Klan.
Merespons hal itu, kubu lain menggelar demonstrasi tandingan menentang aksi protes kelompok supremasi kulit putih. Mereka juga menyebut bahwa aksi yang dilakukan kelompok lawan seakan membangkitkan kembali memori kelam Perang Sipil, isu rasialisme, dan fasisme.
Kubu penentang juga menyebut bahwa kembali aktifnya komunitas supremasi kulit putih yang sarat akan rasialisme - fasisme itu turut dipicu oleh kemunculan Donald Trump sebagai Presiden AS beserta haluan politik nasionalis dan slogan kampanye yang diusungnya, "America First".
Kedua kubu berhadap-hadapan di Charlottesville. Baku hantam pun pecah. Otoritas yang terlibat turut beradu jotos dengan beberapa peserta. Sekitar 15 orang terluka cukup serius akibat bentrokan itu.
Peristiwa sarat akan kekerasan itu memuncak setelah James Fields, simpatisan kelompok supremasi kulit putih, memacu mobil sedannya ke arah kubu demonstran penentang. Aksi brutal itu menewaskan seorang perempuan dan menyebabkan 19 orang terluka parah.
Mengetahui peristiwa itu, publik Negeri Paman Sam riuh, mengecam aksi yang dilakukan Fields dan kelompok supremasi kulit putih. Sejumlah pejabat tinggi mengutuk kejadian itu, mulai dari Wali Kota Charlottesville, Gubernur Negara Bagian Virginia, hingga politikus Washington, DC.
Ketika para politikus telah jelas-jelas mengutuk kelompok supremasi kulit putih sebagai biang keladi, Presiden Donald Trump justru berpendapat lain.
Ia menilai bahwa aksi protes tersebut sangat sarat akan kebencian, fanatisme, dan kekerasan dari kedua belah pihak. Secara tersirat, Trump tampak menuding bahwa kelompok demonstran penentang turut memicu kekerasan yang terjadi.
Sikap Trump yang dianggap tidak tegas terhadap kelompok supremasi kulit putih itulah yang menyebabkan aksi protes susulan merambah di beberapa kota besar AS, seperti Seattle, Los Angeles, San Fransisco, dan New York.
Hingga kini, tensi sosial-politik tinggi di Negeri Paman Sam --yang merupakan rentetan demonstrasi berdarah di Charlottesville-- masih terjadi.
Saksikan juga video berikut ini