Liputan6.com, Palembang - Jatuhnya crane proyek LRT atau light rail transit di sisi fly over atau jembatan layang Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), menjadi salah satu kecelakaan kerja terburuk sepanjang megaproyek berlangsung. Insiden di zona lima proyek LRT Palembang tersebut ternyata diselidiki oleh konsultan dari dua negara yang ahli di bidang konstruksi kereta api ringan.
Menurut Humas Pembangunan LRT Sumsel Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Muhammad Muzakki, usai insiden tersebut, pihaknya langsung melibatkan konsultan internasional.
"Ada dua konsultan yang berpengalaman di bidang konstruksi LRT, yaitu konsultan dari Jepang dan Australia. Mereka dilibatkan untuk mengetahui penyebab dan penanganan kecelakaan tersebut," ucap dia kepada Liputan6.com, Selasa, 15 Agustus 2017.
Baca Juga
Advertisement
Langkah pengendalian yang sudah dilakukan adalah mengisolasi lokasi. Salah satunya dengan memindahkan penghuni rumah yang tertimpa crane tersebut ke lokasi lainnya. Pihaknya juga tetap mengutamakan keselamatan para pengguna jalan di sepanjang jalur LRT.
Selain memastikan kejadian serupa tidak terulang, menurut Muzakki, pihaknya sudah menggelar evaluasi lapangan. Salah satunya melakukan persiapan di area yang rentan longsor dan mendapat curah hujan tinggi pada pertengahan tahun.
"Kita rutin rapat dengan mengundang stakeholder (pemangku kepentingan) dan instansi terkait, salah satunya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang, PLN Regional Palembang, PDAM Tirta Musi, dan lainnya," katanya.
Crane LRT Palembang milik subcon PT Waskita Karya mengalami kecelakaan pada Selasa, 1 Agustus 2017, sekitar pukul 02.30 WIB. Meskipun demikian, ia menjamin pihaknya tidak akan mengganggu jalannya proyek pembangunan kereta api cepat ini.
Ia mengungkapkan, "Pembangunan LRT tetap berjalan dan telah disusun jadwal penyelesaian secepatnya agar LRT dapat beroperasi bulan Juni 2018."
Insiden tersebut terjadi di Jalan Gubernur H Bastari, RT 05 RW 02, Kelurahan Silaberanti, Palembang. Saat itu, landasan dua crane yang hendak mengangkat dan menurunkan steel box LRT Palembang miring.
"Saat posisi kurang dari 30 cm salah satu crane mengalami ambles tanah, sehingga dua crane tidak seimbang. Lalu, boom (belalai) salah satu crane patah dan membuat crane lainnya terguling dan steel box girder jatuh mengenai rumah warga," ujarnya.