Liputan6.com, Cilacap - Gugatan perdata yang dilayangkan seorang petani asal Desa Jambu, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, kepada Perum Perhutani dipastikan berlanjut ke sidang perdata dengan jadwal sidang perdana, Selasa, 22 Agustus 2017. Sidang perdata dilangsungkan setelah dua kali sidang mediasi yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Cilacap dengan penggugat Sudjana dan pihak tergugat Perum Perhutani menemui jalan buntu.
Petani itu, Sudjana (74) melayangkan gugatan perdata atas kepemilikan lahan seluas 4,2 hektare yang disengketakan antara dia dan Perum Perhutani. Dalam gugatan perdata itu, Sudjana meminta agar nama baiknya dipulihkan lantaran dituduh melakukan illegal logging atau penebangan liar di tanahnya sendiri. Selain itu, dia pun mengggugat Perhutani membayar ganti rugi materiil, immateriil dan moril sebesar total Rp 10.280.000.000.
Anggota Tim Advokasi Peduli Reforma Agraria dari LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin merinci, angka Rp 10 miliar itu lantaran Sudjana mengalami kerugian materiil apabila tanah objek sengketa tersebut disewakan dan menghasilkan getah pinus dan hasil lainnya, dengan perhitungan sebesar Rp 60 juta per tahun dikalikan 38 tahun dengan total jumlah mencapai Rp. 2.280.000.000.
Kemudian, kerugian immateriil, yakni penggugat telah dirugikan karena dianggap tidak dapat menjaga harta waris dari Bapak Arinta alias Senggal yang telah diamanahkan terhadap penggugat, yang apabila diuangkan tidak kurang dari Rp 3 miliar.
"Kerugian moril, yaitu penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resor Cilacap terhadap penggugat, sehingga penggugat merasa dipermalukan, dicemarkan nama baiknya, dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat atas tuduhan tindak pidana terhadap diri penggugat yang apabila diuangkan tidak kurang dari Rp 5 miliar," Hamzal menerangkan.
Baca Juga
Advertisement
Hamzal menegaskan, untuk menjamin pemenuhan tuntutan penggugat serta menjamin agar gugatan ini tak sia-sia (illusoir), maka penggugat mohon kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara untuk berkenan meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) diatas tanah objek sengketa, yaitu tanah darat Persil 171/Blok Gombong/Blok I, Desa Jambu, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, atas nama Sudjana dan Karsita seluas 41.885 meter persegi.
Sementara, anggota tim pendamping Sudjana, Petrus Sugeng bercerita, dalam sidang mediasi itu, kedua belah pihak bersikukuh untuk mempertahankan keabsahan kepemilikan dan tak ditemukan jalan tengah. Untuk itu, sidang perdata itu digelar untuk membuktikan klaim kedua belah pihak yang sama-sama merasa memiliki lahan tersebut.
Namun begitu, Petrus justru merasa senang lantaran sidang itu dilanjutkan dengan sidang pengadilan. Dengan begitu, kebenaran-kebenaran yang selama ini disembunyikan akan terkuak.
"Ya tahapan mediasinya itu gagal. Karena kuasa hukumnya Menhut itu, bersikukuh bahwa di sana sudah terjadi tukar guling. Clear, bahwa Pak Sudjana dianggap tidak memiliki tanah di sana. Saya, atas nama pendamping Pak Djana, dengan ini juga, berterima kasih malah," Petrus menekankan, Sabtu, 19 Agustus 2017.
Siapkan Bukti-Bukti
Petrus mengklaim, Tim Kuasa Hukum Sudjana pun sudah mempersiapkan bukti-bukti kuat untuk mengonfirmasi bahwa Sudjana dan keluarganya merupakan pemilik sah lahan tersebut. Antara lain, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), surat keterangan kepala desa, surat pernyataan saksi, dan peta kawasan hutan. Selain itu, pihaknya juga telah melakukan riset lapangan dan menemukan fakta bahwa tanah tersebut berada di luar tapal batas kawasan hutan Perhutani.
Petrus mengungkap, praktik klaim sepihak dalam pencaplokan lahan dengan dalih tukar guling lahan kerap dilakukan Perhutani di masa lalu. Salah satu daerah terluas yang diklaim dengan modus tukar guling lahan terjadi di Desa Citembong Kecamatan Bantarsari. Ratusan warga dipaksa bedol desa dari lahan seluas 420-an hektar. Namun, Perhutani tak memberikan lahan penggantinya.
"Dengan tidak berlanjutnya atau tidak selesainya kasus ini dengan jalan mediasi. Sebab, mediasi ini kan hanya mencari win-win solution, bukan mencari keadilan maupun kebenaran. Beda dengan sidang perdata, bahwa nanti akan ada pihak yang kalah dan menang. Kebenaran akan terbuka, dan yang salah akan terbukti salah," Petrus menegaskan.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Barat, Heri Nurafandi menyatakan, telah siap menghadapi gugatan perdata Sudjana. Pihaknya sudah mempersiapkan bukti-bukti dan saksi yang memperkuat bahwa telah terjadi tukar guling di kawasan tersebut. Perhutani, ujar Heri, siap berhadapan di pengadilan.
"Kami Insyaallah akan mempersiapkan orang-orang yang lebih berkompeten. Misalnya, dalam proses tukar-menukar. Ya mungkin, bukannya pelaku tukar-menukar saat itu. Tetapi akan kami datangkan yang lebih berkompeten, misalnya dari Biro Perencanaan Salatiga. Mungkin seperti itu lho, pak," ujar Heri,
Heri menjelaskan, tanah yang disengketan oleh Sudjana itu telah ditukargulingkan pada 1967. Tanah tersebut lantas ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan pada 1985. Dan orangtua Sudjana, Arinta Senggal, tidak tercatat sebagai salah satu pemilik lahan tersebut.
"Hal itu kemudian diperkuat lagi dengan ditanaminya pohon pinus," katanya.
Heri mengatakan proses tukar guling lahan dengan No. No.3785/I/VI/Banyumas Barat/Oktober /1979 dilakukan oleh warga Desa Panulisan, Dayeuhluhur bernama Tawiredja yang mewakili sebanyak 127 warga yang memiliki lahan di Desa Jambu seluas 11,2 hektar dengan rincian persil 141, 143, 144, dan 171. Hasilnya warga mendapatkan tanah Perhutani seluas 5,6 hektare di Desa Cikiangkir.