Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, memiliki saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen merupakan harga mati. Lantaran pemerintah ingin memiliki kontrol pada perusahaan tersebut.
Luhut mengatakan, pelepasan saham 51 persen tersebut merupakan merupakan salah satu poin yang dirundingkan antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport. Poin lainnya adalah pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), stabilitas investasi dan perpanjangan masa operasi.
"Ini masih jalan, nggak mungkin nggak disepakati, itu harga mati. Jadi 51 persen, smelter, itu harga mati," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Baca Juga
Advertisement
Luhut menuturkan, pemerintah Indonesia tidak akan mundur untuk menambah kepemilikan saham Freeport Indonesia sampai 51 persen. Lantaran pemerintah ingin memiliki kontrol terhadap kegiatan pertambangan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut di Papua.
"Kalau sudah 51 persen kita yang kontrol, tapi kita tetap menghargai partner kita tidak akan cederai dan sama-sama menguntungkan," ucap dia.
Terkait dengan perpanjangan kontrak, pemerintah bisa saja membiarkan kontrak Freeport Indonesia habis sampai 2021, setelah itu diberikan kesempatan kembali mengelola tambang tersebut dengan porsi yang lebih kecil. Hal ini seperti PT Total Indonesia E&P yang kontraknya telah habis dalam mengelola Blok Minyak dan Gas Bumi (Migas) Mahakam pada akhir 2017.
"Berkali-kali analoginya kalau kontrak ini dibiarin juga 2021 selesai, masak kita harus nurut mereka, nggak. Tapi kita menghormati setiap kontrak yang ada. Seperti Mahakam saja, Total itu begitu selesai kembali ke kita," tutur Luhut.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan jika PT Freeport Indonesia telah setuju untuk melepas sahamnya sebanyak 51 persen kepada Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang dibahas dalam negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Jonan mengatakan, saat ini Freeport telah sepakat soal divestasi saham. Namun skema divestasi ini masih terus dinegosiasikan pada bulan ini. "Kalau 51 sudah sepakat. Tinggal nanti caranya segala macam. Ini mau nego final. Freeport itu kan nanti rencananya bulan ini kita mau negosiasi final," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 21 Agustus 2017.
Selain divestasi, Freeport Indonesia juga telah setuju soal pembangunan pabrik pemurnian (smelter). Sehingga saat ini kedua hal tersebut tidak lagi menjadi masalah. "Kalau soal divestasi, bangun smelter saya kira prinsipnya sudah selesai, tidak ada apa-apa sih," lanjut dia.
Namun, yang masih menjadi masalah persoalan yaitu soal perpajakan. Hal tersebut menjadi kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bernegosiasi. "Tinggal tunggu perpajakan saja. Terutama yang di bidang perpajakan dan retribusi daerah. Tapi itu porsinya lebih ke Menteri Keuangan ya," ujar dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: