Turunkan Harga, Pemerintah Harus Perbaiki Fasilitas Pelabuhan

Tol laut hanya memperlancar distribusi barang, setelah barang sampai dipelabuhan maka yang menentukan adalah harga pasar.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Agu 2017, 09:00 WIB
Sejumlah karyawan PT Prima Multi Terminal (PMT) mengikuti upacara bendera HUT RI ke 72 di proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Kamis (17/8). (Liputan6.com/Pool

Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha meminta pemerintah untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan. Tol laut yang menjadi salah satu unggulan pemerintah dalam menekan harga pangan, terutama kebutuhan pokok, akan berjalan efektif jika ditunjang dengan fasilitas pelabuhan yang maksimal.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan, dari data yang ada di lapangan, terlihat sekali bahwa program tol laut yang dicanangkan pemerintah belum maksimal. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi program ini sangat besar. Untuk tahun ini, subsidi tol laut mencapai Rp 380 miliar.

“Tol laut hanya mengandalkan subsidi untuk menurunkan biaya angkut. Pendekatan seperti ini tidak sustain (berkelanjutan) karena ketika subsidi dicabut, maka harga akan naik lagi. Saat ini saja harganya tetap naik. Sampai kapan tol laut dengan sistem subsidi bisa kuat? Pendekatan seperti ini sama saja dengan konsep kapal perintis dari zaman Pak Harto,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (22/8/2017).

Oleh karena itu, Zaldy menyarankan, sebaiknya anggaran subsidi tol laut dialihkan untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan di daerah yang menjadi rute tol laut. Dengan begitu, bongkar muat kapal menjadi cepat, sehingga biaya pelabuhan bisa turun. 

Dengan dibangunnya fasilitas pelabuhan di daerah terpencil, maka juga akan berdampak pada ekonomi di daerah tersebut dan dinikmati oleh banyak pihak, terutama masyarakat.

Berdasarkan situs hargapangan.id, harga sejumlah bahan pokok seperti beras, minyak goreng, cabai merah, daging ayam, dan daging sapi di provinsi yang menjadi rute tol laut justru naik.

Misalnya saja di Lirung Sulawesi Utara, harga daging ayam pada 14 Agustus 2017 Rp 32.900, lebih mahal dibandingkan 14 Agustus 2016 (years on years/yoy) yang Rp 30.000.

Begitu pun cabai rawit dari Rp 26.250 harganya naik menjadi Rp 54.750 pada periode yang sama. Hal serupa juga dialami oleh komoditas pangan pokok lainnya.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Asmari Herry Prayitno menambahkan, sejatinya tol laut memang tidak berkorelasi langsung dengan harga barang.

Tol laut hanya untuk mempermudah atau memperlancar distribusi barang. Setelah barang sampai di pelabuhan, maka yang menentukan adalah harga pasar.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu membuat aturan mengenai harga barang atau pangan. “Perlu ada regulasi mengenai keuntungan yang wajar, harga barang yang wajar atau keuntungan yang wajar. Kalau tidak ada, maka ada spekulasi di situ,” katanya.

Sehingga, kata dia, mata rantai perdagangan yang ada di rute-rute tol laut itulah yang perlu dibenahi. Sedangkan untuk tol laut sebaiknya melibatkan pihak swasta, terutama tol laut yang rutenya komersial. Sehingga tidak ada duplikasi rute dan mengganggu operator pelayaran yang sudah ada.

“Sehingga uangnya pemerintah jadi terbuang. Padahal bisa digunakan untuk rute yang lain, terutama rute-rute perintis atau dipakai untuk menurunkan harga barang setelah sampai di pelabuhan,” ujar Herry.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya