Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pejabat tinggi PT Wijaya Karya (Wika), Kusmulyana atau Mulyana, mengaku diarahkan PT Duta Graha Indah (DGI) dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan, pada 2010-2011.
Mulyana mengungkapkan, saat itu dia didatangi oleh Manajer Pemasaran PT DGI, Mohammad El Idris. Mulyana menambahkan, El Idris meminta PT Wika ikut lelang proyek wisma atlet.
Advertisement
"Waktu itu Pak El Idris datang minta dukungan. Dia juga didukung pihak yang punya kekuatan untuk keputusan memenangkan pihak tertentu," kata Mulyana kepada Jaksa KPK saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi yang melibatkan mantan Dirut PT DGI, Dudung Purwadi, di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2017).
Mulyana melanjutkan, El Idris dan PT DGI saat itu didukung oleh kekuatan besar. Kekuatan itu salah satunya adalah Muhammad Nazaruddin.
"Nama di belakang Pak Idris itu sangat punya pengaruh. Ada Bu Rosa dan Pak Nazaruddin," ujar Mulyana.
Mulyana juga menuturkan, saat itu PT Wika diminta mengikuti proses tender dan mengikuti proses prakualifikasi. Namun, PT Wika diminta hanya untuk sebatas menjadi perusahaan pendamping.
Sementara, menurut Mulyana, pemenang lelang sudah ditentukan sejak awal, yaitu PT DGI. Penyerahan dokumen penawaran PT Wika yang diserahkan sekadar syarat formalitas.
Dakwaan Dudung
Dalam surat dakwaan, Dudung sendiri dianggap melakukan korupsi Rp 79 miliar. Sebanyak Rp 54 miliar rupiah dalam perkara wisma atlet. Sementara dalam korupsi pembangunan RS khusus di Universitas Udayana (Unud) Bali tahun anggaran 2009-2010 merugikan negara 25,9 miliar.
Dudung dalam dakwaan pertama Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor disebut bersama-sama politikus Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dan Made Mergawa, melakukan beberapa perbuatan melawan hukum untuk memenangkan PT DGI sebagai pelaksana proyek di Unud.
"Sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo membacakan dakwaan.
Dudung juga didakwa memperkaya korporasi DGI yang sekarang berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) dan dijadikan tersangka korporasi oleh KPK, dengan total mencapai 23 miliar rupiah dalam pengerjaan proyek Unud.
Selain memperkaya PT DGI, Dudung dianggap memperkaya Nazaruddin dan korporasi di bawah kendalinya, yakni PT Anak Negeri dan Grup Permai mencapai 10 miliar rupiah.
Kemudian dakwaan kedua Pasal 3 UU Tipikor, Dudung didakwa memperkaya PT DGI mencapai 42 miliar rupiah dalam pengerjaan proyek wisma atlet dan pembangunan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.
Dudung disebut melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan Rizal Abdullah selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan, dan Nazaruddin untuk memenangkan PT DGI dan melakukan subkontrak dalam pengerjaan utama.
"Sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum, yaitu terdakwa selaku Dirut PT DGI melakukan kesepakatan dan pengaturan dalam rangka memenangkan PT DGI serta melakukan subkontrak pekerjaan utama," ujarnya.
Dalam korupsi wisma atlet, Dudung disebut memperkaya Nazaruddin atau Permai Grup sebesar 4,6 miliar rupiah serta Rizal Abdullah sebesar 500 juta rupiah.
Dudung didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Advertisement