Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap berniat mengatur tarif taksi online kendati beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Permenhub itu sendiri merupakan payung hukum operasional taksi online.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penerapan aturan tarif berkaitan dengan keselamatan. Sebab itu, pihaknya tetap berupaya mengatur tarif taksi online.
"Bahwasanya ada pelonggaran tarif atau apa, nanti kita bicarakan. Tapi bahwasanya tarif itu diatur, itu bagian dari keselamatan. Jadi kalau tarifnya Rp 1.000 per km, bagaimana akan membuat mobil yang berkeselamatan, tidak mungkin. Jadi memang isu keselamatan jadi suatu roh dari pada ini," kata dia di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Baca Juga
Advertisement
Sementara, dia meminta masyarakat untuk tidak resah. Dia mengatakan, putusan MA sendiri efektif dalam tiga bulan mendatang. Artinya, Permenhub itu masih berlaku hingga saat ini.
"Karena efektif dari putusan MA itu baru tiga bulan. Kita menghargai keputusan MA, tapi baru berlaku tiga bulan kemudian, 1 November. Sampai 1 November PM 26 tetap berlaku," ujar dia.
Sejalan dengan itu, Budi Karya mengatakan tengah mengumpulkan para ahli hukum serta tranportasi guna menyiapkan payung hukum terkait aturan taksi online.
"Kita lagi kumpulkan ahli hukum dan transportasi untuk bicara bagaimana payung hukum yang baik dan benar, yang bisa membuat suatu kesetaraan antara online dan konvensional," ujar dia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Organda Masih Pelajari Keputusan MA
Sementara itu, Ketua DPP Organda Andrianto Djokosoetono mengatakan, pihaknya masih mempelajari keputusan MA. Namun, sebagian pasal MA yang dicabut yakni kuota dan tarif merupakan permintaan mitra aplikasi saat rancangan PM Nomor 26 Tahun 2017 disosialisasikan. Pihaknya mengkhawatirkan dampak jangka pendek adanya keresahan yang meluas di pelaku usaha.
"DPP masih pelajari dampaknya secara luas. Namun, perlu dicatat yang tadi saya sampaikan mengenai kuota dan tarif bawah yang melindungi mitra online dan batas tarif atas yang melindungi masyarakat serta beberapa pasal yang mengatur KIR dan SIM A umum juga dicabut," jelas dia lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) membatalkan beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek. Peraturan tersebut merupakan dasar hukum operasi taksi online.
Dikutip dari laman MA, Selasa 22 Agustus 2017, beberapa pasal tersebut kini tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai hukum mengikat," tulis keterangan MA tersebut.
Advertisement