Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali merasa heran panitera pengganti mengatur kasus di pengadilan. Padahal, kerja mereka hanya sebatas administrasi.
"Panitera pengganti, panitera yang bukan kepala (panitera), bukan ngurus administrasi, tapi urus persidangan tok. Kita tidak tahu bagaimana hubungan mereka dengan pencari keadilan hingga terjadi demikian," ungkap Hatta di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Advertisement
Keheranannya terkait penangkapan seorang panitera pengganti PN Jakarta Selatan, dalam sebuah operasi tangkap tangan oleh KPK baru-baru ini. Dia menuturkan, sistem yang dibangun di lingkungan MA sudah baik. Namun, ada oknum yang menyalahgunakannya.
"Oknum ini menyalahgunakan sistemnya kan. Enggak ada yang dirusak. Yang dirusak yang dia menyalahgunakan," jelas Hatta.
Dia juga mengatakan bahwa MA pun melakukan pengawasan meski terbatas. Karena itu, MA terbantu dengan apa kerja yang dilakukan komisi antirasuah.
"Alhamdullilah kami malah terima kasih pada KPK telah menertibkan badan peradilan dan telah ada koordinasi yang baik dengan MA. Jadi memang tujuan kami bagaimana caranya peradilan itu bersih," imbuh Hatta.
Disuap 400 Juta
Sebelumnya, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berinisial TMZ ditangkap KPK terkait kasus suap. Ia diduga membantu mengabulkan permintaan penolakan gugatan untuk PT ADI sebesar Rp 400 juta.
"Untuk mengamankan kasus dilakukan komunikasi antara AKZ selaku kuasa hukum PT ADI dengan panitera pengganti PN Jakarta Selatan TMZ dan disepakati dana Rp 400 juta untuk menolak gugatan tersebut," tutur Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2017).
Menurut dia, PT ADI digugat perdata oleh penggugat EJFS. Perkaranya adalah cedera janji karena tidak menyelesaikan tugas sesuai waktu sehingga mengakibatkan kerugian. Penggugat meminta ganti rugi sebesar US$ 7,6 juta dan 131 ribu dolar Singapura.
"Putusan akan dilakukan 21 Agustus 2017 setelah beberapa kali ditunda," Agus menjelaskan.
Penyerahan uang pun dilakukan bertahap dengan mentransfer. Pertama, 22 Juni 2017 sebesar Rp 25 juta sebagai dana awal operasional. Kemudian, 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta dengan disamarkan sebagai pembayaran DP tanah.
Terakhir pada 21 Agustus 2017, sebanyak Rp 300 juta disamarkan sebagai pelunasan pembayaran tanah. "Diduga total penerimaan sebesar Rp 425 juta," Agus menandaskan di Gedung KPK, Kuningan.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Advertisement