Sistem yang Bikin Banyak Perusahaan Tersandung Korupsi

Untuk mencegah terjadinya korupsi korporasi, aparat penegak hukum, termasuk KPK mesti mendorong fungsi pencegahan.

oleh Nurmayanti diperbarui 23 Agu 2017, 19:35 WIB
Sejumlah karya komik dan ilustrasi antikorupsi digelar dalam pameran bertajuk AKU KPK ( Aksi Komik Untuk KPK) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8). Pameran tersebut didukung oleh Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Banyaknya perusahaan yang tersandung korupsi dinilai akibat sistem, salah satunya saat meraih satu proyek.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun diharapkan lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memproses kasus korupsi korporasi, terutama perusahaan yang sudah go publik di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sebab sebagai perusahaan terbuka, status hukum tersebut dapat mempengaruhi kondisi finansial perusahaan, sehingga dikhawatirkan mempengaruhi kepastian usaha dan nasib para karyawan.  

"Penanganan kasus yang menyangkut korporasi harus berbeda dengan perorangan. KPK perlu lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada publik sampai adanya kepastian hukum yang tetap," kata Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Indra Safitri, Rabu (24/8/2017).

Dia mencontohkan, kasus yang menjerat PT Nusa Kontruksi Engineering Tbk (NKE) sebagai tersangka korupsi korporasi. Dampak dari ini, perusahaan mendapatkan sejumlah permasalahan.

Mulai dari penghentian sementara aktivitas sahamnya di pasar modal oleh PT Bursa Efek Indonesia, sampai kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan.

Kasus hukum yang melibatkan NKE berhungan dengan proyek pembangunan rumah sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010.

Sementara Yudho Taruno Muryanto, Ahli Hukum Korporasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, menilai sistem yang koruptif menjadi salah satu penyebab utama banyaknya perusahaan yang tersandung korupsi.

"Untuk mendapatkan proyek, pimpinan perusahaan atau proyek seringkali harus berkompromi dengan situasi ini. Kondisi inilah yang membuat banyak perusahaan tidak bisa menolak ketika diminta untuk memberi suap," tutur Yudho.  

Untuk mencegah terjadinya korupsi korporasi, aparat penegak hukum, termasuk KPK mesti mendorong fungsi pencegahan. Terutama berkaitan dengan proses pengadaan barang yang selama ini sering menjadi pintu masuk terjadinya praktik suap dan korupsi.

Menurut Yudo, fungsi pencegahan menjadi hal yang dibutuhkan saat ini. Sebab, kendati usia KPK telah lebih dari satu dasawarsa, namun praktik korupsi masih tetap menjamur.

Karena itu dibutuhkan adanya perubahan sistem yang dapat mengikis perilaku koruptif. Sebab apabila sistemnya masih sama, maka perusahaan-perusahaan yang didesain untuk mengutip suap akan terus eksis.

“Yang penting diawasi itu adalah perusahaan yang didesain untuk korupsi. Karena sebaik apapun perusahaannya, akan sulit menghindari praktek korupsi jika sistemnya korup. Ini yang sebenarnya harus jadi fokus aparat penegak hukum,” tegas Yudo.

Tonton video menarik berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya