Liputan6.com, Malang - Kegelisahan menggelayuti pejabat di lingkungan Pemkot Malang, Jawa Timur, selama pembahasan Perubahan APBD 2017 Kota Malang, Jawa Timur. Mereka khawatir jika proses penyusunan sampai penetapan anggaran itu akan menyeret mereka ke kasus pidana.
Kecemasan itu muncul usai peristiwa penggeledahan sejumlah kantor dinas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus itu jadi pelajaran berharga bagi Pemkot Malang pentingnya transparansi anggaran, seperti menerapkan elektronik budgeting atau e-Budgeting.
"Ini jadi pelajaran bagi kita semua. Kita harus segera lakukan e-Budgeting atau apa saja yang bisa membuat penyusunan anggaran terukur," kata Wali Kota Malang, Moch Anton di sela Rapat Paripurna Perubahan APBD 2017 Kota Malang, Rabu, 23 Agustus 2017.
Pemkot Malang bahkan pernah meminta supervisi dari KPK selama penyusunan Kebijakan Umum APBD – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA - PPAS) sampai pelaksanaan program. Tapi rencana itu tak memungkinkan dan saat ini diganti dengan menggunakan tim ahli dari akademisi.
"Sekarang sudah pakai tim ahli. Ini penting agar perencanaannya terukur, transparan dan akuntabel. Tapi lebih bagus kalau nanti sudah bisa e-budgeting," ucap Anton.
Baca Juga
Advertisement
Ia mengakui pada tahun–tahun sebelumnya bisa menerapkan e-budgeting. Namun, beberapa aplikasi yang sudah ada untuk perencanaan anggaran masih butuh pengembangan. Sejauh ini, Pemkot Malang baru saja merealisasikan command center atau pusat pengendalian terpadu.
"Kalau bisa e-Budgeting lebih enak, kita tidak pusing–pusing lagi. Surabaya saja sudah bisa, kami pun harus bisa melaksanakannya secepatnya," janji Anton.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Malang, Zulkifli Amrizal mengatakan, sejauh ini aplikasi di Pemkot Malang hanya bisa untuk mengetahui data penyerapan anggaran secara keseluruhan.
"Belum bisa sampai detil penggunaannya di tiap dinas. Tapi aplikasi yang sudah ada akan terus dikembangkan," ujar Zulkifli.
Aplikasi yang sudah ada itu terhubung ke command center atau pusat pengendalian terpadu. Di pusat kendali itu juga ada berbagai data lain seperti kependudukan, kemiskinan sampai arus lalu lintas yang dipantau di sebuah layar besar. Diharapkan ini jadi dasar menyiapkan sistem e-budgeting.
"Aplikasi yang sudah ada sekarang ini bisa menjadi dasar untuk membangun sistem e-budgeting," ucap Zulkifli.
E-Budgeting Pangkas Mata Rantai Korupsi
LSM Antikorupsi Malang Corruption Watch (MCW) menyebut ada potensi kebocoran APBD Kota Malang sampai 50 persen karena ketiadaan transparansi anggaran. Kebocoran mulai mark up anggaran sampai pelaksanaan proyek hingga suap memuluskan anggaran proyek.
Kasus dugaan suap APBD 2015 Kota Malang yang menyebabkan Ketua DPRD Kota Malang, Arief Wicaksono dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengawasan Bangunan (DPU PPB) Jarot Edy Sulistyono adalah buktinya.
"Masyarakat sulit mengawasi dan mengontrol sejak perencanaan sampai pelaksanaan anggaran. Karena pemkot tidak transparan," ujar Koordinator Badan Pekerja MCW, Fachruddin.
Kepala Program Studi Akuntansi Universitas Widya Gama Malang, Ana Sopanah mengatakan, potensi korupsi sampai suap – menyuap untuk memuluskan anggaran bisa ditekan jika Pemkot Malang serius mau menerapkan e-Budgeting.
"Kalau sistem yang dibangun berdasarkan teknologi informasi seperti e-Budgeting, maka orang per orang tak harus ketemu langsung. Tak mungkin ada permainan anggaran," kata Ana.
Menurutnya, sistem e-Budgeting memudahkan masyarakat turut mengawasi proses penyusunan anggaran, pelaksanaan sampai laporan penggunaannya yang butuh waktu sekitar 30 bulan. Juga meyakinkan masyarakat bahwa usulan pembangunan sejak tingkat RT, RW, sampai ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) daerah benar dijalankan pemerintah.
"Kalau bisa e-Budgeting kan masyarakat bisa mengontrol. Bahwa pembangunan itu benar usulan warga, bukan deal antar pejabat," kata Ana.
Ia menyebut kasus dugaan korupsi APBD Kota Malang tahun anggaran 2015 menjadi bukti pemkot gagal mewujudkan transparansi anggaran. Sebab sistem yang dibangun Pemkot Malang masih manual. Artinya, antara penyusun dan pembahas anggaran bertatap muka langsung dan potensi tawar menawar untuk memuluskan anggaran terjadi.
"Kalau yang dibuka pemkot ke publik cuma laporan serapan anggaran ya tak efektif karena proses pengawasan tak hanya di situ. Pengawasan itu harus berkelanjutan," tutur Ana.
Di Jawa Timur, baru Kota Surabaya dan Kabupaten Banyuwangi yang sudah menerapkan e-Budgeting. Kota Malang seharusnya bisa juga menerapkan sistem itu. Jika kesulitan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bisa membantu Pemkot Malang membangun sistem tersebut.
"Semua butuh komitmen dari kepala daerahnya. Kalau mau, menerapkan e-Budgeting itu sebenarnya tidak butuh waktu lama," kata Ana.
Advertisement