Suap di PN Jaksel, KPK Masih Belum Sentuh Hakim

Bisa saja, lanjut dia, KPK memanggil pihak yang diduga terkait dalam kasus ini jika ingin melihat dan memperkuat bukti-bukti.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 24 Agu 2017, 08:05 WIB
Ilustrasi Kasus Korupsi

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum menyentuh peran atau keterlibatan hakim, dalam dugaan suap terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi.

"Kalau keterlibatan hakim sejauh ini belum ke sana. Karena saat ini baru sampai pada tingkat panitera," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah, di kantornya, Rabu 23 Agustus 2018.

Bisa saja, lanjut dia, KPK memanggil pihak yang diduga terkait dalam kasus ini jika ingin melihat dan memperkuat bukti-bukti.

Namun, Febri menegaskan, KPK belum mengarah ke pendalaman keterlibatan hakim untuk mengatur sebuah perkara.

"Kita belum sampai pada kesimpulan itu. Kita baru menetapkan 1 orang yang diduga menerima. Artinya, indikasi aliran dana, baru pada satu orang ini," tegas Febri.

Sebelumnya, Tarmizi ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Yunus Nafik, bersama kuasa hukumnya Akhmad Zaini (AKZ).

PT ADI menyuap panitera pengganti dengan uang sejumlah Rp 425 juta agar perkara perdata yang menyangkut perusahaan itu dapat ditolak. Atas dugaan inilah KPK menangkap tangan empat orang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Awal Mula

Kasus ini bermula atas gugatan perdata oleh EJFS ke PT ADI atas perkara cedera janji karena tidak menyelesaikan tugas sesuai waktu sehingga mengakibatkan kerugian. Penggugat meminta ganti rugi sebesar US$ 7,6 juta dan 131 ribu dolar Singapura.

Untuk mengamankan kasus, AKZ selaku kuasa hukum PT ADI membuat kesepakatan dengan panitera pengganti PN Jakarta Selatan TMZ untuk menyerahkan uang sebesar Rp 425 juta. Uang ini diserahkan agar gugatan ditolak.

Putusan akan dilakukan 21 Agustus 2017 setelah beberapa kali ditunda.

Penyerahan uang pun dilakukan bertahap menggunakan transfer. Pertama 22 Juni 2017 sebesar Rp 25 juta sebagai dana awal operasional. Kemudian, 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta dengan disamarkan sebagai pembayaran DP tanah.

KPK mengungkap penyerahan terakhir dilakukan pada 21 Agustus 2017 sebanyak Rp 300 juta. Uang itu disamarkan sebagai pelunasan pembayaran tanah.

 

Saksikan video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya