Berpakaian Wanita di Abu Dhabi, 2 Pria Divonis Penjara 1 Tahun

Dinilai berpakaian seperti wanita di Abu Dhabi, 2 pria WN Singapura divonis penjara 1 tahun.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 24 Agu 2017, 14:05 WIB
Warga Singapura Muhammad Fadli Abdul Rahman (kiri) dan Nur Fitriah Ibrahim (kanan) yang ditangkap saat berada di Abu Dhabi karena berpakaian feminin dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara. (Facebook)

Liputan6.com, Abu Dhabi - Gara-gara berpakaian seperti wanita di Abu Dhabi, 2 pria Singapura divonis satu tahun penjara. Cross-dressing -- berpakaian seperti wanita atau sebaliknya yang tak sesuai gender, homoseksualitas, dan menjadi transgender adalah suatu bentuk kejahatan di Uni Emirat Arab.

Peristiwa tersebut dialami oleh rombongan fotografer freelance fashion Muhammad Fadli Bin Abdul Rahman saat berada di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA). Pria 26 tahun itu bepergian dengan temannya Nur Qistina Fitriah Ibrahim yang juga dikenal keluarga dan teman-temannya sebagai Fifi.

Nur yang berusia 37 tahun merupakan seorang transgender. Ia telah mengubah namanya secara legal namun belum menjalani operasi ganti kelamin untuk menjadi wanita.

Hal itu dibenarkan oleh adik perempuan Nur yang berusia 34 tahun, dikenal sebagai Madam Rozy.

"Fifi belum menjalani operasi ganti kelamin, jadi dokumen pribadinya masih menyatakan gendernya sebagai laki-laki," ujar sang adik kepada The Straits Times, yang dikutip Kamis (24/8/2017).

Fadli dan Nur mendarat di Abu Dhabi pada 8 Agustus 2017. Keduanya ditangkap di food court sebuah pusat perbelanjaan keesokan harinya, karena dianggap berpakaian perempuan.

Sebuah dokumen pengadilan resmi dalam bahasa Arab menyebutkan bahwa dua pria Singapura itu tertangkap mengenakan pakaian wanita di depan umum, dan karena berperilaku tidak senonoh.

Madam Rozy mengatakan, Nur sudah pernah berlibur ke UEA sekitar empat kali dan pulang dengan selamat. Tapi kunjungannya kali ini tak demikian.

"Kami memiliki grup percakapan keluarga dan Fifi sering mengirim pesan kapan dia pergi. Kali ini, dia tiba-tiba terdiam dan pasti ada yang tak beres. Beberapa hari kemudian, kami menerima pesan suara darinya bahwa dia ditangkap. Saya kaget."

Saudara laki-laki Fadli, Muhammad Saiful Bahri Bin Abdul Rahman yang bekerja di sektor manajemen properti, mengatakan bahwa adiknya mengenakan "kemeja putih normal" saat ditangkap pihak berwenang Abu Dhabi. Hal itu dibeberkannya karena Fadli mengirim foto tepat sebelum diamankan.

Saiful mengatakan keluarganya diberitahu tentang penangkapan saudaranya oleh Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) pekan lalu. Kemudian pada Senin 21 Agustus, mereka diberitahu bahwa Fadli dijatuhi hukuman 1 tahun penjara sejak Minggu 20 Agustus.

"Saya turut prihatin mendengar hal ini. Yakinlah bahwa rekan konsuler dan misi diplomatik kami akan melakukan yang terbaik untuk membantu saudara laki-laki Anda. Mereka sudah berhubungan dengan Anda dan saudara laki-laki. Tolong beritahu saya jika Anda memerlukan bantuan lebih lanjut," tutur Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, dalam sebuah email ke pihak keluarga.

Kabarnya kedua warga Singapura tersebut tak didampingi oleh pengacara di pengadilan Abu Dhabi.

"Saudaraku tidak hadir di pengadilan, dan tak seorang pun dari kedutaan Singapura ada di sana, jadi dia tidak bisa membela diri," ujar Saiful.


Pengajuan Banding

The Straits Times memberitakan bahwa kedua warga Singapura itu dapat mengajukan banding 15 hari setelah sidang vonis tersebut, pada 4 September 2017.

Aktivis Singapura, Vanessa Ho, yang berbagi apartemen dengan Fadli, mengatakan bahwa dia sedang mencoba mencari pengacara di Abu Dhabi untuk mewakili kedua warga Singapura tersebut.

"Kami menemukan bahwa kedutaan besar Amerika memiliki buku panduan yang sangat bagus terkait penahanan di Abu Dhabi. Dalam panduan tersebut disebutkan bahwa warga memiliki hak untuk menelepon ke rumah, namun Fadli belum menghubungi siapapun hingga saat ini," kata Ho.

"UEA telah membangun citra yang toleran dan kosmopolitan, namun undang-undang tersebut mencerminkan nilai-nilai tradisional masyarakat yang konservatif. Hal lumrah jika pengunjung bingung tentang perilaku seperti apa yang bisa dan tak bisa diterima di sana," jelas chief executive organisasi non-pemerintah Dubai, Detained, Radha Stirling dalam sebuah posting status di LinkedIn.

Sejauh ini pihak Kemlu Singapura mengatakan telah mengetahui kasus tersebut dan memberikan bantuan konsuler. "Kami juga membantu keluarga mendapatkan bantuan hukum," kata salah satu juru bicara.

Saksikan juga video berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya