Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menuturkan, penyidik telah mengintai Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono, sebelum operasi tangkap tangan (OTT).
Pengintaian dilakukan karena KPK mendapatkan informasi adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan Tonny Budiono.
Advertisement
Dari hasil pengintaian, penyidik menemukan adanya kasus suap izin proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dan sejumlah proyek lainnya di Hubla Kemenhub. Penyidik KPK pun menangkap Tonny di Mess Perwira Dirjen Hubla Jakarta Pusat.
"Tujuh bulan kami ikuti dan dia memang tinggal di situ. (OTT) Hasil dari selama tujuh bulan mengintai," ujar Basaria di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis, 24 Agustus 2017.
Dari hasil OTT, penyidik KPK menemukan uang yang tersimpan dalam 33 tas berisi uang dengan total Rp 18,9 juta dengan rincian mata uang asing dan rupiah. Selain itu, empat ATM yang berisi uang Rp 1,174 miliar. Sehingga, total uang suap yang diterima Tonny senilai Rp 20 miliar.
KPK masih mendalami asal uang Rp 18,9 miliar yang ditemukan di 33 tas serta uang miliaran dengan mata uang rupiah dan asing.
"Itu bagian dari proses pendalaman. Tapi itu diduga dari pihak-pihak yang terkait dengan jabatan dan kewenangan pihak penerima yaitu dari proses perizinan atau proyek-proyek yang pernah dikerjakan di Dirjen Hubla," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
Modus Baru
KPK telah menetapkan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (PT AKG) sebagai tersangka, dalam kasus perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla tahun 2016-2017.
Tonny Budiono diduga menerima sejumlah uang suap dari pelaksanaan proyek di lingkungan Ditjen Hubla sejak 2016. Dia menggunakan modus baru dengan dibukakan rekening di sejumlah bank, yang telah diisi sebelumnya oleh si pemberi.
Sebagai pihak penerima, Tonny Budiono diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra disangka KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Saksikan video di bawah ini:
Advertisement